Tampilkan postingan dengan label Fiksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiksi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 12 Februari 2016

Petualangan Tiga Sekawan (Bagian Akhir)



~~ KUMPUL KEMBALI ~~

Hari ini merupakan hari yang sangat membahagiakan bagi ketiga sahabat itu. Mereka sudah siap dan segera pergi meninggalkan istana baru. Tujuan mereka sekarang adalah desa mereka. Chandra membuka kembali peta yang ia simpan dalam sakunya.
“Aku pikir, desa tempat kita itu masih sangat jauh dari sini”, kata Chandra sambil melipat kembali peta itu dan menyimpannya dalam saku.
“Kira-kira berapa hari perjalanan?” tanya Tonny.
“Dua hari”, jawab Chandra singkat.
“Ah... cukup melelahkan juga”, Putri ikut-ikutan bicara. Mereka terus berjalan dan ketika tiba di sebuah sungai, mereka minum sepuasnya.
Malam itu mereka kembali bermalam di goa yang ada di dekat sungai, sebelum mereka melanjutkan perjalanan. Dan keesokan harinya, mereka kembali melanjutkan perjalanan.
“Chandra, apakah kamu yakin jalan ini benar?” Putri mulai ragu. Chandra melihat peta yang dipegangnya.
“Aku rasa, jalan ini benar. Lihatlah ini, tidak jauh dari sini ada sebuah bukit. Kita terpaksa mendaki bukit itu”, Chandra menjelaskan.
“Aneh yach, waktu kita pertama kali masuk hutan, rasanya kita tidak pernah melewati bukit”, Tonny menjadi heran.
“Aku tidak tahu itu. Tapi aku yakin, desa yang ada pada peta ini adalah desa tempat kita”, kata Chandra meyakinkan.
“Baiklah, aku juga meyakininya. Sekarang cepat, kita harus melajutkan perjalanan”. Tonny mengajak kedua temannya berangkat.
Ketika sudah tiba di kaki bukit, mereka duduk sejenak. Putri memijat-mijat kakinya.
“Ah... aku sudah capek. Apakah perjalanan kita masih ajuh?” tanya Putri.
“Tidak juga”, jawab Chandra singkat.
“Aku jadi terfikir, bagaimana perasaan kakek dan nenek setelah dia tahu kita tersesat”. Tonny berbicara sambil pandangannya menerawang jauh.
“Iya, tidak terasa sudah satu minggu lebih kita berada di hutan ini”, Chandra menjadi sedih. “Siapa mengira kita masih hidup”. Chandra mematahkan ranting yang ada di dekatnya.
“Iya, aku rasa mereka pasti heran jika melihat kita kembali”, Putri menimpali.
“Yach sudah, ayo kita lanjutkan perjalanan”, ajak Tonny. Sudah setengah hari merka berjalan. Namun, desa yang diharapkan masih belum kelihatan. Tapi, mereka tak putus asa sampai akhirnya, sebelum matahari terbenam, desa yang diharapkan sudah kelihatan.
“Hei, lihat. Kita susdah hampir sampai”, Putri berteriak kegirangan. Dia mempercepat langkahnya.
“Iya, lihat pohon kelapa itu”, kata Tonny. Dia juga sangat senang. Ketiga anak itu bahagia. Ternyata jalan itu mengantarkan mereka ke kebun milik Kakek Tonny. Anak itu saling mendahului. Mereka berlari-lari hingga memasuki kebun itu.
Di kejauhan tampak kakeknya sedang memetik kacang panjang. Mereka tertawa senang dengan hampir serentak mereka memanggil kakeknya. Namun kakek itu tidak mendengarnya.
“Kek, Kakek”. Putri kembali berteriak. Kali ini kakeknya menoleh. Alangkah kaget dan herannya kakek itu melihat ketiga cucunya. Tonny dan Putri berlari-lari mendapatkan kakeknya. Mereka saling berpelukan. Chandra hanya tersenyum sambil memperhatikan kedua temannya itu. Pikirannya melayang ke kota. Ia teringat pada kedua orang tuanya. Rasa rindu mulai menghantui dan itu membuat ia merasa sedih.
Malamnya, rumah Kakek Tonny ramai dipenuhi oleh teman-teman Tonny dan Chandra. Mereka ingin mendengar cerita tentang petualangan ketiga temannya itu. Tonny, Chandra, dan Putri dengan senang hati menceritakan apa yang telah terjadi.
“Wah, kalian tidak tahu, kami menunggu kalian sampai sore”, kata Bobby.
“Benar nich?” Putri bicara setengah bercanda.
“Iya, Put. Kamu tahu, Budi sangat sedih karena sampai matahari hampir terbenam kalian belum juga pulang”, Hendra membenarkan. Budi hanya tersenyum.
“Sejak kapan kamu pandai bersedih, Bud?” Tonny mulai bercanda.
“Eh.... kamu nggak tau. Dia sedih karena Putrinya juga ikut tersesat”, Bobby menimpali.
“Enak aja kamu bicara”. Putri mulai berang.
“Maaf, Put. Aku hanya bercanda. Itu aja kamu marah”. Bobby berkata sambil tersenyum.
“Iya, Put. Jangan suka marah nanti cepat tua”, Chandra ikut-ikutan bicara. Mereka akhirnya tertawa. Malam ini adalah malam pertama ketiga anak itu dapat berkumpul kembali dengan teman-temannya. Mereka begitu gembira dan akhirnya malam itu menjadi malam yang sangat menyenangkan. Apalagi dihiasi oleh bintang dan bulan, yang memperindah suasana malam.
Serasa bagai mimpi, karena akhirnya mereka dapat berkumpul dengan teman-temannya kembali. Pengalaman dan kenangan yang dialaminya selama dalam hutan, dianggapnya sebagai sebuah petualangan.



**** THE END ****

Kamis, 11 Februari 2016

Petualangan Tiga Sekawan (Bagian 7)



~~ MATINYA HARIMAU BELANG ~~

Ketika fajar menjelang, keempat sahabat itu segera pergi untuk mencari tempat Harimau Belang. Ketika berada di tepi sungai mereka mulai bingung.
“Bagaimana kita mau menyeberang, nich?” Putri membuka suara. Chandra memperhatikan keadaan di sekitarnya. Teli yang berada di pundaknya turut memperhatikan.
“Hei, lihat! Di hulu sungai ada sebuah rakit. Kurasa itu dapat digunakan”, kata Chandra.
“Ayo kita ke sana”, ajak Tonny. Mereka segera pergi ke hulu untuk mengambil rakit itu. Chandra memperhatikan keadaan sekitarnya. Dia takut kalau-kalau tentara katak mengintainya. Setelah dirasa aman, mereka mulai menyeberang.
Setelah tiba di seberang sungai, mereka melanjutkan perjalanan. Dan di suatu tempat mereka berhenti untuk beristirahat. Chandra kembali membuka peta, dan memperhatikan dengan seksama.
“Tempat Harimau Belang itu tidak jauh dari sini. Jadi kita harus berhati-hati”, kata Chandra. Temannya mengangguk-angguk tanda mengerti.
“Aku rasa kita jangan melalui jalan setapak. Sebab aku khawatir segerombolan katak akan lalu di sini”, kata Teli memberi saran.
“Baiklah, kita melewati semak. Sambil tetap waspada”, kata Chandra. Mereka mulai memasuki semak-semak.
Tidak lama berjalan, mereka tiba di tanah lapang. Tempat itu hanya ditumbuhi ilalang. Tidak jauh dari tempat itu ada sebuah bangunan. Chandra dan teman-temannya mendekati bangunan itu. Mereka menyuruh Teli melihat keadaan sekitarnya. Setelah dirasa aman, mereka memasuki gedung itu. Rumah besar itu sepi seolah tak berpenghuni. Mereka meneliti ruangan demi ruangan. Namun, tidak ada penghuninya sama sekali.
Ketika mereka pergi ke dapur, mereka menemukan seekor tikus yang terikat. Chandra segera melepaskan ikatan tikus itu.
“Hai, Tikus. Ke mana Harimau Belang pergi?” tanyanya setelah tikus itu bebas.
“Mereka sudah pindah ke istana yang baru”, jawab Tikus dengan ketakutan.
“Apakah kau tahu, di mana istana baru itu?” Tonny bertanya.
“Kalau tidak salah, tidak jauh dari tempat ini. Kalian ikuti saja jalan setapak. Tapi aku sarankan kalian harus hati-hati”, kata Tikus menjelaskan.
“Baiklah, terima kasih. Kami segera pergi”, kata Chandra. Setelah itu mereka meninggalkan gedung yang sudah tak berpenghuni itu.
Benar saja. Tidak lama berjalan, mereka menemukan sebuah taman yang indah. Mereka terkagum-kagum melihat keindahan tempat itu.
“Ah,,, rasanya seperti mimpi”, kata Putri. Teman-temannya mengiyakan.
“Hei, lihat di sana ada sebatang jambu yang sedang berbuah”, Tonny menunjuk sesuatu.
“Iya, buahnya lebat sekali. Aku jadi lapar”, kata Putri.
“Kalau begitu, ayo kita ambil”, ajak Tonny.
“Tunggu dulu, kita harus hati-hati. Aku rasa, kita sudah memasuki kawasan istana itu”, kata Chandra. Temannya diam sebentar. Ada perasaan takut menyelubunginya. “Teli, coba kamu ambilkan buah jambu itu. Aku rasa kamu pasti bisa”, Chandra meminta bantuan Bajing sahabatnya. Bajing itu segera pergi dan dengan hati-hati dia mengambil buah jambu itu.
Setelah mereka makan jambu, si Teli melompat kembali untuk meneliti keadaan sekitarnya. Tidak lama kemudian dia sudah kembali.
“Istana Harimau Belang tidak jauh dari sini. Coba kalian lihat di sana, di lembah itulah istananya dibangun”, Teli menjelaskan. Teman-temannya memperhatikan arah yang ditunjuk Teli.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” Chandra tak mengerti.
“Kita harus ke sana. Aku lihat pengawasannya tidak terlalu ketat”. Teli memberi saran.
“Baiklah, kita pergi sekarang”. Mereka mulai bergerak menuju istana itu. Dan dengan hati-hati mereka menuruni lembah.
“Tonny dan Putri, kalian berdua pergi meneliti ke arah belakang. Aku dan Teli akan meneliti arah depan. Ok! Kita akan bertemu kembali di sini. Tapi ingat, kalian harus hati-hati”. Chandra memberi arahan pada teman-temannya. Kedua temannya segera pergi. Begitu juga dengan Chandra dan Teli.
Perlahan-lahan, Putri dan Tonny berjalan menuju belakang istana. Namun, sayangnya kedua anak itu kurang hati-hati. Sehingga langkahnya diketahui oleh dua ekor katak yang sedang bertugas. Kedua anak itu dibawa menghadap raja mereka. Harimau Belang tersenyum senang, dua orang manusia telah menjadi tawanannya.
“Selamat datang di istanaku, hai manusia”. Suara Harimau Belang menggema. Putri dan Tonny semakin ketakutan. “Apa maksud kalian datang ke sini?” tanya Harimau Belang itu. Putri dan Tonny hanya diam membisu. Harimau Belang menjadi berang. “Pengawal!! Bawa mereka ke penjara”, katanya setelah diam sesaat. Dua ekor katak datang dan membawa Tonny dan Putri ke ruang tahanan.
“Sial, kita tertangkap lagi”, kata Tonny. Dia betul-betul kesal.
“Ini salah kita juga, kita kurang hati-hati”. Putri menimpali.
“Bagaimana dengan Chandra. Aku harap dia selamat”. Tonny mulai khawatir dengan keadaan temannya.
Lain halnya dengan Chandra. Dia sudah lama menunggu kedua sahabatnya. Namun, yang ditunggu belum juga tiba.
“Di mana Tonny dan Putri? Mengapa mereka lama sekali?” pikirnya. Tiba-tiba dia dikejutkan oleh si Teli.
“Gawat, kedua temanmu tertangkap”. Kata Teli dengan serius.
“Apa!!? Tertangkap? Dari mana kamu tahu?” tanya Chandra merasa tak percaya.
“Secara tidak langsung, aku mendengar pembicaraan dua ekor katak. Mereka mengatakan telah menangkap dua orang bangsa manusia. Jadi, kupikir dua manusia itu adalah temanmu”, Teli menjelaskan. Chandra terdiam, dia menjadi sedih dan bingung.
“Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku jadi bingung”. Kata Chandra tak mengerti.
“Kita harus cepat-cepat membubuhkan obat itu ke dalam minuman Harimau Belang”, Teli menyarankan.
“Tapi, bagaimana caranya?” Chandra semakin bingung. Teli berpikir sesaat.
“Aku mendengar kabar, besok pagi-pagi sekali Harimau Belang akan mengirim tentaranya untuk mencarimu. Termasuk gerombolan katak itu. Nah, pada waktu mereka pergi, kita menyelinap masuk ke kamarnya. Dan diam-diam kita masukkan obat itu pada minumannya. Bagaimana?” Teli mengharapkan tanggapan Chandra.
“Tapi, apakah itu tidak berbahaya?” Chandra ragu-ragu.
“Kita harus berhati-hati. Percayalah, kita pasti selamat”. Teli meyakinkan teman manusianya itu. Chandra pun menyetujui rencananya, dan mereka tetap tinggal di sana sampai pagi esok tiba.
Benar saja, keesokan harinya, segerombolan katak dan yang lainnya segera pergi meninggalkan tempat itu. Setelah dirasa aman, Chandra dan Teli mulai mendekati istana dan menyelinap masuk. Kedua sahabat itu agak ragu untuk membuka pintu kamar Harimau Belang. Tiba-tiba muncul seekor tikus membawa baskom berisi air. Chandra dan Teli cepat bersembunyi. Tikus itu membuka pintu kamar. Tampak Harimau Belang tertidur lelap. Perlahan-lahan Teli dan Chandra masuk dan bersembunyi di pot-pot bunga yang ada di kamar itu. Pot itu besar sekali sehingga tubuh Chandra tak kelihatan.
Setelah tikus pergi, perlahan-lahan Chandra mengeluarkan serbuk yang diberikan oleh Bekantan tua. Kemudian dia meminta bantuan Teli menuangkan serbuk itu ke dalam baskom yang berisi air. Teli melaksanakan tugas dengan hati-hati.
Tidak berapa lama kemudian Harimau Belang menggeliat bangun. Teli terkejut, dia segera melompat untuk bersembunyi. Untung saja Harimau Belang tidak melihatnya. Harimau Belang segera mendekati baskom dan meminum air itu sampai habis. Chandra dan Teli memperhatikannya dengan hati yang berdebar-debar. Lama mereka memperhatikan namun tidak ada reaksi apa pun dari Harimau Belang. Namun, alangkah kagetnya Chandra ketika mendengar Harimau Belang berteriak-teriak kesakitan.
Tanpa rasa takut, Chandra dan Teli keluar dari tempat persembunyiannya untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata obat itu sangat mujarab. Dalam sekelip mata, Harimau Belang sudah tidak bernyawa lagi. Chandra merasa lega. Dia segera membebaskan kedua temannya.



**********

Rabu, 10 Februari 2016

Petualangan Tiga Sekawan (Bagian 6)



~~ TUGAS MULIA ~~

Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan mereka. Kali ini, mereka lebih berhati-hati. Namun, alangkah kagetnya mereka. Setelah tahu bahwa jalan yang mereka lewati ternyata membawa mereka ke rumah si Bekantan tua itu lagi.
Namun, kali ini rumah itu sudah sepi tak berpenghuni. Mereka jadi heran.
“Di mana Kakek Bekantan itu?” tanya Putri pada temannya.
“Aku tidak tahu. Tapi aku rasa tentu masih di sekitar sini. “, kata Chandra sambil memperhatikan keadaan di sekitarnya.
“Hei, lihat. Kakek itu ada di sana”, kata Tonny. Mereka segera menuju ke sana. Tampak kakek Bekantan itu duduk termenung.
“Kek, kami datang”, kata Putri. Kakek Bekantan itu tersenyum senang.
“Syukurlah kalian datang kembali. Aku sudah lama menunggu kalian”, kata Kakek Bekantan itu. Chandra membuka kunci pintu yang ada di kurungan itu. “Aku hanya berharap pada kalian”, kata Kakek Bekantan itu. Chandra dan kedua temannya tidak mengerti sama sekali.
“Maksud Kakek?” tanya Tonny penasaran.
“Aku berharap kalian menghilangkan kesaktian Harimau Belang. Sudah tiba saatnya kalian membebaskan binatang-binatang yang ada di hutan ini”, kata Kakek Bekantan itu.
“Bagaimana cara kami menghilangkan kesaktiannya, Kek. Sedangkan kami tidak tau apa-apa?” Tanya Chandra tak mengerti.
“Aku mempunyai obat untuk menghilangkan kesaktiannya. Obat ini kalian masukkan ke dalam air minumannya. Kalian harus berhati-hati dalam melakukannya. Sebab kalau sampai ketahuan, kalian bisa dibunuh”, kata Bekantan itu meyakinkan.
“Tapi, di manakah Harimau Belang itu berada?” tanya Putri. “Dan juga, kami ingin mencari jalan keluar dari hutan ini. Apakah Kakek tahu jalan keluarnya?” tanya Putri kemudian.
“Masalah itu kalian jangan bimbang. Aku akan memberitahu kalian asalkan kalian mau menunaikan permintaanku”, kata Bekantan itu. Anak-anak menyetujui.
Kakek Bekantan itu mengambil sebuah bungkusan berisi serbuk dan sebuah peta.
“Nah, ambillah obat ini dan kalian gunakan seperti kataku tadi. Dan ini adalah sebuah peta. Kalian bisa menggunakan peta ini untuk mencari tempat Harimau Belang berada dan di sini juga ada jalan untuk keluar dari hutan ini. Cepatlah kalian pergi dan ingat, kalian harus hati-hati”, Kakek Bekantan itu kemudian menghentikan ucapannya.
Chandra dan kedua temannya bergegas meninggalkan tempat itu. Perasaan mereka bercampur aduk. Antara senang dan tegang. Mereka senang karena ada harapan untuk keluar dari hutan rimba yang telah membuat mereka tersesat. Namun, dibalik itu mereka dituntut untuk menumpas kejahatan. Itulah yang membuat mereka tegang.
“Kita istirahat dulu”, ajak Chandra. Kedua temannya menyetujui. Mereka lalu duduk di bawah pohon yang rindang. Keadaan sangat sepi. Hanya suara burung-burung yang berkicau, menghiasi suasana siang itu.
Chandra membuka peta pemberian Kakek Bekantan itu. Dia memperhatikannya dengan seksama.
“Berarti tidak jauh dari tempat ini, ada sungai”, kata Chandra. Temannya memperhatikan peta itu. “Kita harus menyeberang sungai untuk pergi ke tempat Harimau Belang”, Chandra melanjutkan.
“Aku jadi takut” kata Tonny. Chandra memperhatikannya dengan kesal. “Aku takut kita tidak berhasil”, Tonny melanjutkan kata-katanya.
“Setidak-tidaknya kita harus mencoba”, kata Chandra meyakinkan. “Kita harus segera pergi. Kalau tidak, nanti kita kemalaman”, Chandra mengajak kedua temannya.
“Nanti kita bermalam di mana?” tanya Putri. Chandra kembali memperhatikan peta.
“Tidak jauh dari sungai itu ada sebuah goa. Mungkin kita harus bermalam di sana sambil menunggu pagi esok tiba”. Chandra segera mengajak kedua temannya pergi dari tempat itu.
Hampir satu jam lamanya mereka berjalan. Tibalah mereka di sebuah sungai. Airnya begitu jernih dan sejuk. Mereka mencuci muka dan sebagainya untuk menyegarkan badan. Sekali-sekali mereka minum sebagai pelepas dahaga. Setelah puas, tiga sekawan itu segera pergi untuk mencari goa seperti yang ditulis pada peta. Ketika matahari sudah mulai condong ke Barat, akhirnya goa itu dapat ditemukan.
Putri merasa senang di tepi sungai. Dia bermain-main sambil memperhatikan ikan-ikan yang berenang. Tanpa disadarinya ternyata seekor katak memperhatikan gerak-geriknya.
“Putri, ayo kembali ke goa. Lihat, matahari sudah hampir terbenam”, ajak Tonny. Putri segera bangkit dan bergegas menuju goa.
Ketika matahari mulai terbenam, mereka menghidupkan api unggun sebagai penerang. Mereka membaringkan tubuhnya di atas bebatuan yang ada di dalam goa. Tidak lama kemudian, keadaan menjadi sunyi. Chandra memperhatikan kedua temannya yang sudah terlelap tidur. Dia tersenyum, pikirannya melayang ke kota di mana dia tinggal. Dia lalu termenung, perasaan sedih mulai menghantui. Dia teringat ayah dan ibunya.
“Bagaimana perasaan mereka, setelah tahu aku tersesat di hutan. Tentunya mereka akan sedih”, pikir Chandra. Namun, di sebalik itu dia merasa senang. Sebab liburan panjangnya kali ini cukup menegangkan.
Tiba-tiba telinganya menangkap suatu bunyi-bunyi yang sangat perlahan sekali. Chandra semakin memasang telinganya. Dia mulai waspada akan datangnya bahaya. Sengaja dia tidak membangunkan kedua temannya. Perlahan-lahan Chandra keluar dan betapa kagetnya dia, setelah mendengar suara memanggilnya.
“Siapa kamu?” tanya Chandra tetap waspada.
“Aku seekor Bajing hutan. Namaku Teli”, kata Bajing itu. Chandra mencari ke sana ke mari. Ternyata Teli berada di sampingnya yaitu di sebuah batu besar.
“Apa tujuanmu datang ke mari?” Chandra bertanya.
“Aku ingin memberitahukan sesuatu. Ketahuilah, bahwa sebentar lagi segerombolan katak akan datang kemari. Mereka ingin menangkap kalian”, Teli menjelaskan.
“Bagaimana mereka tahu kami berada di sini?” Chandra menjadi heran.
“Seekor katak telah melihat seorang temanmu bermain di sungai. Demi keselamatan kalian cepatlah tinggalkan tempat ini”, Teli semakin kuatir.
“Tapi, kami harus pergi ke mana? Kami tidak tahu keadaan tempat ini”, Chandra semakin gelisah. Dia jadi bingung.
“Bangunkan teman-temanmu dan ikutlah aku. Kalian pasti selamat”, Teli memberikan kepastian. Tanpa berpikir panjang Chandra segera membangunkan kedua temannya. Setelah itu, mereka pergi meninggalkan tempat itu, menuju ke suatu tempat yang aman. Akhirnya ketiga anak itu selamat. Mereka mengucapkan terima kasih kepada Teli yang telah menolong mereka. Teli pun akhirnya menjadi sahabat mereka dan siap membantu untuk membunuh Harimau Belang.



**********

Selasa, 09 Februari 2016

Petualangan Tiga Sekawan (Bagian 5)



~~ BEBAS KEMBALI ~~

Malam berlalu begitu cepat. Malam ini Chandra dan kedua temannya merasa tidak senang. Tempat itu cukup pengap. Tidak ada lubang udara yang besar. Hal ini membuat mereka panas.
Tiba-tiba mereka mendengar suara pintu dibuka. Dan dua ekor katak raksasa masuk.
“Hei, cepat keluar. Jika kalian ingin tetap hidup, kalian harus bekerja”, kata seekor katak. Chandra dan kedua temannya tidak dapat berbuat banyak. Mereka menuruti perintah katak-katak itu.
Chandra dan kedua temannya dibawa ke tanah lapang. Di sana banyak sekali binatang-binatang yang bekerja. Mereka mengumpulkan bebatuan dan dibawa ke suatu tempat. Chandra dan kedua temannya terpaksa melakukan semua itu.
Ketika jam istirahat tiba, mereka duduk-duduk di bawah pohon. Tiba-tiba seekor tikus datang membawa tiga butir buah-buahan hutan.
“Kalian ini tawanan baru, ya?” tanya Tikus itu dengan ramah. “Wajah kalian baru aku lihat hari ini”, dia melanjutkan.
“Iya, kami memang orang baru di sini”, jawab Chandra. Tikus itu tersenyum.
“Heran, mengapa orang seperti kalian mau diperbudak oleh binatang”. Kata Tikus membuat Chandra dan kedua temannya kesal.
“Apa maksudnya?” tanya Putri penasaran.
“Apakah kalian tahu, kalian bekerja di sini untuk siapa?” tanya Tikus itu lagi. Chandra dan kedua temannya menggelengkan kepala. “Kalian bekerja di sini untuk Harimau Belang. Dia ingin membuat istana di hutan ini”, kata Tikus menjelaskan.
“Dari mana kamu tahu semua itu?” tanya Tonny heran.
“Nasibku sama dengan kalian. Aku juga dipaksa bekerja di sini. Tapi nasibku agak baik. Karena aku hanya disuruh memasak dan bisa bebas di sini”. Tikus itu kembali menjelaskan. Tidak lama kemudian terdengar suara katak memanggil mereka kembali bekerja. Ketika matahari sudah hampir terbenam, barulah mereka dibawa kembali ke tempat tawanan.
Putri mulai menangis. Tak terasa sudah hampir seminggu di dalam hutan. Dia ingin segera kembali. Namun, sayang seribu kali sayang. Jangankan untuk kembali, untuk melepaskan diri dari tawanan saja susah.
“Put, sudahlah. Tak perlu menangis. Suatu saat kita pasti bisa bebas dari tawanan ini”, kata Tonny menghibur. Mereka kemudian diam membisu memikirkan nasib masing-masing.
Keesokan harinya mereka bekerja seperti biasa dan ketika waktu istirahat tiba, tikus itu kembali menghampiri mereka. Seperti kemarin, dia juga membawa tiga butir buah.
“Kus, apakah kamu tau jalan untuk melepaskan diri?” tanya Chandra memberanikan diri.
“Dimana kalian di tempatkan?” Tikus itu balik bertanya.
“Di sana”, Chandra menunjuk suatu tempat. “Tempat itu gelap dan pengap”, kata Chandra melanjutkan.
“Di sana?” Tikus diam sesaat. “Kalau tidak salah di sana ada sebuah tombol. Jika kalian menemukan tombol itu, mungkin kalian bisa lolos. Kalau tidak salah, di bawah tombol itu ada pintu. Aku tidak tau pintu itu menuju ke mana. Yang jelas kalian harus berhati-hati”, kata Tikus menjelaskan.
Ketiga anak itu merasa senang. Mereka mengucapkan terima kasih pada tikus. Malamnya, mereka mulai meneliti ruangan di sekitar mereka. Cukup lama mereka mencari-cari namun tidak juga ketemu. Tiba-tiba Putri bersorak.
“Hei, lihat itu”, kata Putri sambil menunjuk sesuatu. Tonny dan Chandra melihat ke arah yang ditunjuk Putri. Ternyata walau tempatnya agak gelap, di langit-langit ruangan itu ada sebuah tombol.
“Mungkin itu tombolnya”, kata Chandra setelah memperhatikan dengan seksama.
“Tapi, pintunya dimana?” tanya Putri.
“Mungkin di bawah kita ini. Bukankah Tikus itu mengatakan demikian”. Tonny tidak mau ketinggalan.
“Baiklah, sekarang tombol itu telah kita temukan. Yang perlu kita fikirkan sekarang ini, bagaimana cara kita mencapai tombol itu. Bukankah tempatnya sangat tinggi”, kata Chandra. Kedua temannya jadi bingung.
“Begini saja, kamu naik ke pundak Tonny. Aku rasa pasti sampai”, kata Putri memberi saran.
“Baiklah, aku siap aja”, kata Tonny. Chandra hanya tersenyum.
“Bersiaplah, aku akan naik di pundakmu. Dan kau, Putri. Peganglah tangan Tonny agar kita tidak terpisah. Okey”. Chandra mulai naik ke pundak Tonny dan Putri memegang tangan Tonny. Ketika tangan Chandra mencapai tombol, dia agak ragu.
“Mengapa tidak kau tekan saja tombol itu?” tanya Putri.
“Apakah kita sudah siap, mengalami cobaan selanjutnya?” Chandra balik bertanya.
“Kita harus siap”, kata Tonny. Mendengar kepastian dari temannya, Chandra tidak ragu lagi. Kemudian dia segera menekan tombol itu. Dan benar saja. Setelah tombol ditekan, tiba-tiba lantai tempat mereka berpijak terbuka lebar dengan tidak menyisakan sedikit pun.
Mereka terjatuh dengan pasrah dan betapa senangnya mereka setelah jatuh di sebuah sungai. Untung saja ketiga anak itu pandai berenang. Mereka segera menyeberang dan mencari tempat persembunyian yang aman.
Ketiga anak itu merasa sangat bersyukur dapat bebas kembali. Mereka melanjutkan perjalanannya. Dan akhirnya menemukan sebuah goa. Di goa inilah mereka beristirahat dan tertidur di bawah sinar bulan dan bintang yang berkelap kelip tersenyum senang.



**********

Senin, 08 Februari 2016

Petualangan Tiga Sekawan (Bagian 4)



~~ GEROMBOLAN KATAK ~~

Keesokan harinya, cuaca pagi begitu cerah. Matahari sudah muncul di ufuk timur. Burung-burung berkicau riang menyambut pagi yang indah. Putri terbangun mendengar kicauan burung. Di pandanginya Chandra dan Tonny yang masih tertidur.
Perlahan-lahan, dia keluar dari pondok dan melihat-lihat keadaan sekitarnya. Namun, pagi nan indah itu berubah menjadi ribut. Putri heran, dia segera membangunkan kedua sahabatnya. Apa yang terjadi pagi ini? Ternyata segerombolan katak raksasa sedang berjalan di hutan itu. Mereka bertiga kaget melihat katak yang sangat besar itu. Tanpa pikir-pikir lagi, mereka langsung berlari untuk menyelamatkan diri.
Gerombolan katak menjadi curiga. Mereka lalu mengejar ketiga anak itu.
“Wah, gawat. Mereka mengejar kita”, kata Tonny dengan rasa yang sangat takut. Mereka terus berlari tanpa menyadari bahaya yang ada di hadapan mereka. Ketika gerombola katak sudah semakin mendekat, mereka semakin mempercepat langkahnya. Dan ternyata di hadapan mereka ada jurang. Jurang itu tidak terlalu terjal. Karena didorong oleh rasa takut amat sangat, mereka terjatuh ke dalam jurang dan tidak sadarkan diri.
Chandra tersadar dari pingsannya setelah tubuhnya merasakan lantai bambu yang agak dingin. Perlahan-lahan dia membuka matanya. Dia agak kaget, di atas sana dia melihat atap-atap rumah yang tersusun dengan rapi. Dia semakin heran melihat keadaan di sekitarnya. Tidak jauh dari tempatnya, terbaring Tonny dan Putri yang masih belum sadarkan diri.
“Dimana kami sekarang?” pikirnya. Tidak lama kemudian muncul seekor Bekantan tua. Chandra semakin terkejut.
“Kamu sudah sadar, nak? Jangan takut”, kata Bekantan itu. Chandra semakin heran.
“Kam.... kamu bisa bicara?” kata Chandra di tengah keheranannya. Bekantan mengangguk-angguk.
“Aku telah memberi kalian obat. Obat ini banyak manfaatnya. Selain menghilangkan rasa pusing dan menyadarkan orang dari pingsan, dia juga dapat membuat kita mengerti bermacam bahasa. Terutama bahasa binatang”. Bekantan tua itu menjelaskan. Tidak lama kemudian Tonny dan Putri pun sadarkan diri.
Seperti halnya Chandra, mereka berdua pun heran dengan kejadian itu. Bekantan tua hanya tersenyum. Chandra lalu menjelaskan kepada kedua temannya itu. Akhirnya mereka tersenyum dan bersyukur karena masih selamat.
“Kek, boleh saya bertanya?” Putri mulai bicara.
“Mau tanya apa? Katakanlah”, kata si Bekantan itu.
“Mengapa gerombolan katak-katak itu mengejar kami?” tanyanya. Bekantan tersenyum.
“Setiap hari katak-katak itu mengadakan pembersihan di hutan ini. Mereka adalah prajurit Harimau belang”, kata si Bekantan menjelaskan.
“Harimau belang?” kata mereka hampir bersamaan.
“Harimau belang itu apa?” tanya Putri tak mengerti.
“Harimau belang itu adalah penguasa hutan ini. Dia sangat jahat. Banyak bangsa binatang yang lemah, dijadikan pekerja paksa untuk membuat istana”. Chandra dan kedua temannya mendengarkan dengan seksama. “Siapa yang melawan, akan dibunuh secara kejam oleh gerombolan katak itu. Banyak sudah kawan-kawanku yang menjadi korban kekejaman mereka”. Bekantan tua menghentika cerita.
“Lalu, bagaimana kakek bisa selamat?” Tonny bertanya.
“Sebenarnya mereka juga ingin membunuhku, tetapi tidak jadi”.
“Mengapa tidak jadi?” tanya Chandra semakin penasaran.
“Karena aku pandai meramu obat-obatan”. Bekantan itu diam sesaat. “Mereka memaksaku membuat obat untuk Harimau belang itu. Aku tidak bisa melawan atau pun menolak”, kata Bekantan itu.
“Kakek disuruh membuat apa?” tanya Putri. Kakek bekantan itu diam sesaat.
“Aku disuruh membuat obat untuk membuat Harimau itu sakti”, Bekantan menjelaskan. Mereka mengangguk-angguk tanda mengerti. “Setiap hari mereka datang kemari untuk menyelidiki kegiatanku sekaligus mengambil ramuan obat itu”, Bekantan melanjutkan penjelasannya.
“Kalau begitu, gawat dong”, kata Tonny membuat temannya heran.
“Mengapa?” Putri semakin kesal melihat Tonny yang gelisah.
“Tentunya mereka akan datang ke sini”, Tonny menjelaskan.
“Iya.... ya. Jadi, bagaimana?” Chandra agak bingung.
“Kalian harus segera pergi. Sebentar lagi mereka datang”, Bekantan tua menyarankan. Mereka bingung sesaat namun akhirnya segera beranjak dari rumah itu.
Mereka menelusuri jalan setapak yang ada di hutan itu. Tiba-tiba Chandra menghentikan langkahnya.
“Ada apa, Chan?” tanya Tonny heran.
“Cepat bersembunyi”, ajak Chandra pada teman-temannya. Mereka segera masuk ke semak belukar. Sambil mendengarkan perbincangan gerombolan katak raksasa itu.
“Kita harus membunuh kakek tua itu. Ini arahan dari raja”, kata seekor katak.
“Mengapa mesti dibunuh? Ada baiknya kita penjarakan saja. Bukankah itu lebih baik? Dia tidak akan pergi kemana-mana”, kata katak yang lain.
“Baiklah, kita akan mengurungnya”, kata temannya yang lain. Chandra dan teman-temannya masih tetap diam di tempat persembunyian. Sampai katak-katak itu pergi.
“Katak itu besar sekali”, kata Putri sambil menahan perasaan ngeri.
“Kita harus pergi dari tempat ini. Sepertinya tempat ini tidak aman”, kata Chandra. Teman-temannya menyetujui dan mereka akhirnya berjalan terus menelusuri jalan setapak itu. Ketika jarum jam menunjuk angka 12.00, Putri mulai merasa lapar.
“Hei, kita berhenti dulu. Aku sudah lapar”, kata Putri. Chandra dan Tonny menghentikan langkahnya.
“Kita mau makan apa?” tanya Tonny.
“Ini aku ada membawa makanan ringan. Untung saja tas ini nggak ku lepas”, kata Putri.
“Hari ini ada makanan, besok kita mau makan apa?” Chandra bertanya. Kedua temannya diam sesaat.
“Sudahlah, yang penting kita makan dulu. Aku sudah lapar”, ajak Putri. Mereka makan bersama. Setelah itu kembali meneruskan perjalanannya.
Sepanjang jalan, yang dilewati hanya pohon-pohon besar. Dan masih belum ada tanda-tanda mereka akan menemukan desa. Keadaan begitu sunyi. Sinar mentari sudah mulai condong ke arah Barat.
Setelah lelah berjalan, mereka beristirahat di bawah pohon yang teduh. Tapi, alangkah kagetnya Putri setelah melihat gerombolan katak raksasa bersama ayam-ayam mengelilingi mereka. Mereka hanya dapat berdoa dan pasrah kepada takdir. Mereka bertiga diikat dan dibawa ke suatu tempat. Dan dimasukkan ke sebuah tempat yang tidak begitu terang. Dan berbaring di tempat yang gelap dan pengap itu hingga pagi menjelang.



**********

Minggu, 07 Februari 2016

Petualangan Tiga Sekawan (Bagian 3)




~~ TERSESAT ~~

Keesokan harinya, mereka sudah berkumpul di rumah neneknya Tonny. Hendra dan Bobby masih belum tiba. Jadi mereka terpaksa menunggu. Sekitar pukul 09.00 barulah mereka tiba. Mereka sudah siap dengan barang-barang mereka dan mulai berangkat setelah berpamitan pada nenek dan kakek.
Jalan yang mereka lalui kadang turun kadang naik. Sehingga jalannya agak melelahkan. Tidak lama kemudian, mereka sudah tiba di tepi hutan. Keadaan di sekitarnya amat sunyi. Hanya suara burung dan binatang hutan lainnya yang selalu bernyanyi riang. Hal ini membuat suasana agak menakutkan.
“Tempatnya seram juga yach” kata Bobby. Teman-temannya hanya diam sambil asyik memperhatikan keadaan sekitarnya.
“Aku rasa, ada baiknya kita mendirikan tenda di sana”. Chandra berkata sambil menunjuk tanah yang agak lapang. Teman-temannya masih memperhatikannya.
“Boleh juga. Ayo kita mulai sekarang”, ajak Budi. Teman-temannya segera membawa barang-barang ke tempat yang dituju. Kemudian mereka siap mendirika tenda. Ada yang mencari kayu bakar dan ada yang membuat tempat masak.
“Hei, sungai di mana sich?” tanya Putri membuat temannya agak kaget.
“Kamu mau apa mencari sungai?” Tonny balik bertanya.
“Aku kan nggak punya pekerjaan. Jadi, ada baiknya aku mengambil air saja”, Putri menjelaskan.
“Jangan, Put. Biar kami saja yang akan mencari sumber air. Kamu istirahat saja”, Chandra menimpali. Putri mengangguk-angguk. Ketika matahari sudah tepat di atas kepala, enam sekawan itu menghentikan pekerjaannya dan mulai istirahat.
Chandra dan Tonny duduk-duduk di rerumputan sambil memperhatikan alam sekitarnya. Putri yang baru selesai menyusun barang-barang segera menghampiri mereka.
“Hei, kalian nggak mau tidur yach?” tanya Putri mengejutkan teman-temannya.
“Malas ah, duduk di sini lebih asyik. Apalagi dihembus angin” kata Tonny membuat Chandra tertawa.
“Ngapain tasmu nggak dilepas, Put?” chandra bertanya dengan nada kesal. Tas kecil yang selalu dibawa oleh Putri tetap berada di belakangnya.
“Oh.... ini kan banyak makanannya, kalau ku lepas nanti habis dimakan Bobby. Anak itu kan kuat makan”, Putri menjelaskan.
“Hei, lihat itu”. Chandra menunjuk sesuatu. Tonny dan Putri melihat ke arah yang ditunjuk oleh Chandra. Ternyata seekor monyet sedang asyik bermain-main di pohon besar.
“Lihat, di sana lebih banyak”, Putri menimpali. Tanpa sadar dia berlari memasuki hutan untuk mengejar monyet-monyet itu. Tonny dan Chandra juga tidak ketinggalan.
“Hei, kalian mau kemana?” Budi bertanya dengan kesal sambil memperhatikan teman-temannya yang telah jauh memasuki hutan. “Heran, mengapa mereka nekat masuk hutan?” pikir Budi kesal. Akhirnya dia hanya dapat memperhatikan hutan tempat temannya masuk tadi. Dia lalu membangunkan Bobby dan Hendra yang sudah tidur dengan nyenyak.
“Hendra, Bobby, bangun. Hei, tidur aja kalian. Ayo cepat bangun”, kata Budi masih dengan nada kesal.
“Ada apa sich, Bud. Kok kamu kayak orang ketakutan?”, tanya Hendra kesal.
“Iya...! lho, kok sepi aja. Chandra dan Tonny kemana?” Bobby juga bertanya.
“Itulah, kalian tidur aja taunya. Kalian tau nggak, tadi aku melihat mereka berlari ke sana”. Budi menunjuk hutan yang sangat lebat itu.
“Ke sana?” tanya Bobby dan Hendra hampir bersamaan. Budi mengangguk.
“Bukankah itu hutan rimba. Ngapain mereka ke sana?” Hendra semakin heran.
“Aku juga tidak tau. Aku hanya dapat berharap semoga mereka cepat kembali”, Budi berkata dengan nada yang sedih. Dia tidak dapat membayangkan bagaimana seandainya jika ketiga temannya itu tersesat dalam hutan.
“Sudahlah, Bud. Jangan sedih. Kita tunggu mereka sampai sore. Kalau nggak ada pulangnya, kita segera pulang dan memberitahukan pada kakek dan neneknya”. Bobby menghibur temannya. Budi mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju. Akhirnya mereka menunggu temannya sambil duduk-duduk di tenda.
Lain halnya dengan tiiga sekawan yang masuk ke dalam hutan. Mereka terus berlari-lari tanpa menyadari keadaan sekitarnya. Mereka terus berlari dan berlari. Sayang sekali, monyet yang dikejar juga terus berlari dan semakin masuk ke dalam hutan. Tiba-tiba, Putri menghentikan langkahnya.
“Ada apa, Put?” tanya Tonny.
“Aku, capek”, kata Putri sambil duduk di sebatang pohon. “Ya ampun, pohon ini besar sekali”. Putri kaget. Teman-temannya lalu memperhatikan keadaan di sekitarnya.
“Ya Allah... kita telah masuk ke dalam hutan”. Chandra berkata dengan nada yang sedih.
“Ini semua salahmu, Put”, Tonny mulai menyalahkan Putri.
“Mengapa aku?” Putri jadi kesal.
“Bukankah kau yang pertama berlari-lari mengejar monyet itu. Sehingga kita bisa masuk ke dalam hutan ini”, Tonny menjelaskan. Putri jadi marah.
“Enak saja kamu menuduh. Emangnya tadi aku ajak kamu. Enggak kan. Kamu sendiri yang mau ikut”. Putri berkata sambil menangis.
“Hei, kalian ini apa-apaan sich. Sepatutnya kita memikirkan cara untuk keluar dari hutan ini. Bukannya bertengkar. Apa kalian pikir dengan bertengkar semua masalah dapat diatasi?” Chandra mulai berang dengan sikap temannya. “Kita tidak boleh saling menyalahkan. Karena semuanya salah. Aku harap kalian mengerti”. Chandra melanjutkan ucapannya. Tonny dan Putri diam membisu.
“Yach sudah, sekarang kita harus mencari jalan. Sebab hari sudah sore”. Kata Tonny setelah lama membisu.
“Menurutmu kita harus jalan ke arah mana?” Chandra bertanya kepada Tonny. Tonny diam memperhatikan matahari yang sudah condong ke arah barat.
“Aku rasa, kita menuju arah matahari itu saja”, kata Tonny sambil menunjuk matahari.
“Berarti ke arah Barat”, kata Chandra sambil memperhatikan matahari itu. “Ayo kita berangkat segera. Sebelum malam tiba”, ajak Chandra kemudian. Mereka bergegas meninggalkan tempat itu. Lalu menuju ke arah Barat. Waktu itu jam telah menunjukkan angka 14.00 sore. Hutan yang sangat lebat itu sangat mengerikan.
Mereka terus berjalan dan berjalan. Namun untuk keluar dari hutan sangat tidak mungkin. Bahkan tanpa disadari oleh mereka, mereka makin masuk ke dalam hutan.
“Berhenti dulu, aku capek”, kata Putri. Kedua temannya ikut-ikutan berhenti.
“Aku rasa kita sudah tersesat”, kata Chandra.
“Apa.... tersesat!, tidak mungkin”, Tonny sudah mulai takut.
“Iya, Ton. Coba kamu lihat hutan di sini. Hutannya sudah semakin lebat. Pohon-pohonnya juga besar-besar. Aku rasa mungkin ini yang dinamakan hutan rimba”, kata Chandra menjelaskan.
“Jadi, kita tidak punya harapan untuk kembali. Bagaimana ini?” Putri mulai gelisah.
“Mungkin kita terpaksa bermalam di sini”, kata Chandra menimpali.
“Gila kamu, Chan. Ini kan hutan, mana mungkin kita bermalam di sini”. Tonny juga sudah semakin takut.
“Lantas, kita mau bermalam dimana?” Chandra bertanya. Temannya saling pandang. Mereka membenarkan kata-kata Chandra. “Sekarang kita harus membuat pondok untuk tempat istirahat. Besok barulah kita melanjutkan perjalanan”. Chandra mengajak Tonny memotong kayu-kayu kecil yang ada di sekitar mereka.
Tidak lama kemudian jadilah sebuah pondok yang agak kecil. Hanya cukup untuk mereka duduk-duduk. Jarum jam terus bergulir. Tak terasa malam mulai tiba. Suara binatang mulai berbunyi. Membuat hingar bingarnya hutan. Chandra menghidupkan api unggun sebagai penghangat tubuh dan juga menerangi gelapnya malam. Setelah itu mereka terlelap karena letih.



**********