Senin, 08 Februari 2016

Petualangan Tiga Sekawan (Bagian 4)


By on 01.53


~~ GEROMBOLAN KATAK ~~

Keesokan harinya, cuaca pagi begitu cerah. Matahari sudah muncul di ufuk timur. Burung-burung berkicau riang menyambut pagi yang indah. Putri terbangun mendengar kicauan burung. Di pandanginya Chandra dan Tonny yang masih tertidur.
Perlahan-lahan, dia keluar dari pondok dan melihat-lihat keadaan sekitarnya. Namun, pagi nan indah itu berubah menjadi ribut. Putri heran, dia segera membangunkan kedua sahabatnya. Apa yang terjadi pagi ini? Ternyata segerombolan katak raksasa sedang berjalan di hutan itu. Mereka bertiga kaget melihat katak yang sangat besar itu. Tanpa pikir-pikir lagi, mereka langsung berlari untuk menyelamatkan diri.
Gerombolan katak menjadi curiga. Mereka lalu mengejar ketiga anak itu.
“Wah, gawat. Mereka mengejar kita”, kata Tonny dengan rasa yang sangat takut. Mereka terus berlari tanpa menyadari bahaya yang ada di hadapan mereka. Ketika gerombola katak sudah semakin mendekat, mereka semakin mempercepat langkahnya. Dan ternyata di hadapan mereka ada jurang. Jurang itu tidak terlalu terjal. Karena didorong oleh rasa takut amat sangat, mereka terjatuh ke dalam jurang dan tidak sadarkan diri.
Chandra tersadar dari pingsannya setelah tubuhnya merasakan lantai bambu yang agak dingin. Perlahan-lahan dia membuka matanya. Dia agak kaget, di atas sana dia melihat atap-atap rumah yang tersusun dengan rapi. Dia semakin heran melihat keadaan di sekitarnya. Tidak jauh dari tempatnya, terbaring Tonny dan Putri yang masih belum sadarkan diri.
“Dimana kami sekarang?” pikirnya. Tidak lama kemudian muncul seekor Bekantan tua. Chandra semakin terkejut.
“Kamu sudah sadar, nak? Jangan takut”, kata Bekantan itu. Chandra semakin heran.
“Kam.... kamu bisa bicara?” kata Chandra di tengah keheranannya. Bekantan mengangguk-angguk.
“Aku telah memberi kalian obat. Obat ini banyak manfaatnya. Selain menghilangkan rasa pusing dan menyadarkan orang dari pingsan, dia juga dapat membuat kita mengerti bermacam bahasa. Terutama bahasa binatang”. Bekantan tua itu menjelaskan. Tidak lama kemudian Tonny dan Putri pun sadarkan diri.
Seperti halnya Chandra, mereka berdua pun heran dengan kejadian itu. Bekantan tua hanya tersenyum. Chandra lalu menjelaskan kepada kedua temannya itu. Akhirnya mereka tersenyum dan bersyukur karena masih selamat.
“Kek, boleh saya bertanya?” Putri mulai bicara.
“Mau tanya apa? Katakanlah”, kata si Bekantan itu.
“Mengapa gerombolan katak-katak itu mengejar kami?” tanyanya. Bekantan tersenyum.
“Setiap hari katak-katak itu mengadakan pembersihan di hutan ini. Mereka adalah prajurit Harimau belang”, kata si Bekantan menjelaskan.
“Harimau belang?” kata mereka hampir bersamaan.
“Harimau belang itu apa?” tanya Putri tak mengerti.
“Harimau belang itu adalah penguasa hutan ini. Dia sangat jahat. Banyak bangsa binatang yang lemah, dijadikan pekerja paksa untuk membuat istana”. Chandra dan kedua temannya mendengarkan dengan seksama. “Siapa yang melawan, akan dibunuh secara kejam oleh gerombolan katak itu. Banyak sudah kawan-kawanku yang menjadi korban kekejaman mereka”. Bekantan tua menghentika cerita.
“Lalu, bagaimana kakek bisa selamat?” Tonny bertanya.
“Sebenarnya mereka juga ingin membunuhku, tetapi tidak jadi”.
“Mengapa tidak jadi?” tanya Chandra semakin penasaran.
“Karena aku pandai meramu obat-obatan”. Bekantan itu diam sesaat. “Mereka memaksaku membuat obat untuk Harimau belang itu. Aku tidak bisa melawan atau pun menolak”, kata Bekantan itu.
“Kakek disuruh membuat apa?” tanya Putri. Kakek bekantan itu diam sesaat.
“Aku disuruh membuat obat untuk membuat Harimau itu sakti”, Bekantan menjelaskan. Mereka mengangguk-angguk tanda mengerti. “Setiap hari mereka datang kemari untuk menyelidiki kegiatanku sekaligus mengambil ramuan obat itu”, Bekantan melanjutkan penjelasannya.
“Kalau begitu, gawat dong”, kata Tonny membuat temannya heran.
“Mengapa?” Putri semakin kesal melihat Tonny yang gelisah.
“Tentunya mereka akan datang ke sini”, Tonny menjelaskan.
“Iya.... ya. Jadi, bagaimana?” Chandra agak bingung.
“Kalian harus segera pergi. Sebentar lagi mereka datang”, Bekantan tua menyarankan. Mereka bingung sesaat namun akhirnya segera beranjak dari rumah itu.
Mereka menelusuri jalan setapak yang ada di hutan itu. Tiba-tiba Chandra menghentikan langkahnya.
“Ada apa, Chan?” tanya Tonny heran.
“Cepat bersembunyi”, ajak Chandra pada teman-temannya. Mereka segera masuk ke semak belukar. Sambil mendengarkan perbincangan gerombolan katak raksasa itu.
“Kita harus membunuh kakek tua itu. Ini arahan dari raja”, kata seekor katak.
“Mengapa mesti dibunuh? Ada baiknya kita penjarakan saja. Bukankah itu lebih baik? Dia tidak akan pergi kemana-mana”, kata katak yang lain.
“Baiklah, kita akan mengurungnya”, kata temannya yang lain. Chandra dan teman-temannya masih tetap diam di tempat persembunyian. Sampai katak-katak itu pergi.
“Katak itu besar sekali”, kata Putri sambil menahan perasaan ngeri.
“Kita harus pergi dari tempat ini. Sepertinya tempat ini tidak aman”, kata Chandra. Teman-temannya menyetujui dan mereka akhirnya berjalan terus menelusuri jalan setapak itu. Ketika jarum jam menunjuk angka 12.00, Putri mulai merasa lapar.
“Hei, kita berhenti dulu. Aku sudah lapar”, kata Putri. Chandra dan Tonny menghentikan langkahnya.
“Kita mau makan apa?” tanya Tonny.
“Ini aku ada membawa makanan ringan. Untung saja tas ini nggak ku lepas”, kata Putri.
“Hari ini ada makanan, besok kita mau makan apa?” Chandra bertanya. Kedua temannya diam sesaat.
“Sudahlah, yang penting kita makan dulu. Aku sudah lapar”, ajak Putri. Mereka makan bersama. Setelah itu kembali meneruskan perjalanannya.
Sepanjang jalan, yang dilewati hanya pohon-pohon besar. Dan masih belum ada tanda-tanda mereka akan menemukan desa. Keadaan begitu sunyi. Sinar mentari sudah mulai condong ke arah Barat.
Setelah lelah berjalan, mereka beristirahat di bawah pohon yang teduh. Tapi, alangkah kagetnya Putri setelah melihat gerombolan katak raksasa bersama ayam-ayam mengelilingi mereka. Mereka hanya dapat berdoa dan pasrah kepada takdir. Mereka bertiga diikat dan dibawa ke suatu tempat. Dan dimasukkan ke sebuah tempat yang tidak begitu terang. Dan berbaring di tempat yang gelap dan pengap itu hingga pagi menjelang.



**********

0 komentar:

Posting Komentar