Keesokan harinya, cuaca
pagi begitu cerah. Matahari sudah muncul di ufuk timur. Burung-burung berkicau
riang menyambut pagi yang indah. Putri terbangun mendengar kicauan burung. Di
pandanginya Chandra dan Tonny yang masih tertidur.
Perlahan-lahan, dia
keluar dari pondok dan melihat-lihat keadaan sekitarnya. Namun, pagi nan indah
itu berubah menjadi ribut. Putri heran, dia segera membangunkan kedua
sahabatnya. Apa yang terjadi pagi ini? Ternyata segerombolan katak raksasa
sedang berjalan di hutan itu. Mereka bertiga kaget melihat katak yang sangat
besar itu. Tanpa pikir-pikir lagi, mereka langsung berlari untuk menyelamatkan
diri.
Gerombolan katak
menjadi curiga. Mereka lalu mengejar ketiga anak itu.
“Wah, gawat. Mereka
mengejar kita”, kata Tonny dengan rasa yang sangat takut. Mereka terus berlari
tanpa menyadari bahaya yang ada di hadapan mereka. Ketika gerombola katak sudah
semakin mendekat, mereka semakin mempercepat langkahnya. Dan ternyata di
hadapan mereka ada jurang. Jurang itu tidak terlalu terjal. Karena didorong
oleh rasa takut amat sangat, mereka terjatuh ke dalam jurang dan tidak sadarkan
diri.
Chandra tersadar dari
pingsannya setelah tubuhnya merasakan lantai bambu yang agak dingin.
Perlahan-lahan dia membuka matanya. Dia agak kaget, di atas sana dia melihat
atap-atap rumah yang tersusun dengan rapi. Dia semakin heran melihat keadaan di
sekitarnya. Tidak jauh dari tempatnya, terbaring Tonny dan Putri yang masih
belum sadarkan diri.
“Dimana kami sekarang?”
pikirnya. Tidak lama kemudian muncul seekor Bekantan tua. Chandra semakin
terkejut.
“Kamu sudah sadar, nak?
Jangan takut”, kata Bekantan itu. Chandra semakin heran.
“Kam.... kamu bisa
bicara?” kata Chandra di tengah keheranannya. Bekantan mengangguk-angguk.
“Aku telah memberi
kalian obat. Obat ini banyak manfaatnya. Selain menghilangkan rasa pusing dan
menyadarkan orang dari pingsan, dia juga dapat membuat kita mengerti bermacam
bahasa. Terutama bahasa binatang”. Bekantan tua itu menjelaskan. Tidak lama
kemudian Tonny dan Putri pun sadarkan diri.
Seperti halnya Chandra,
mereka berdua pun heran dengan kejadian itu. Bekantan tua hanya tersenyum.
Chandra lalu menjelaskan kepada kedua temannya itu. Akhirnya mereka tersenyum
dan bersyukur karena masih selamat.
“Kek, boleh saya
bertanya?” Putri mulai bicara.
“Mau tanya apa?
Katakanlah”, kata si Bekantan itu.
“Mengapa gerombolan
katak-katak itu mengejar kami?” tanyanya. Bekantan tersenyum.
“Setiap hari
katak-katak itu mengadakan pembersihan di hutan ini. Mereka adalah prajurit
Harimau belang”, kata si Bekantan menjelaskan.
“Harimau belang?” kata
mereka hampir bersamaan.
“Harimau belang itu
apa?” tanya Putri tak mengerti.
“Harimau belang itu
adalah penguasa hutan ini. Dia sangat jahat. Banyak bangsa binatang yang lemah,
dijadikan pekerja paksa untuk membuat istana”. Chandra dan kedua temannya
mendengarkan dengan seksama. “Siapa yang melawan, akan dibunuh secara kejam
oleh gerombolan katak itu. Banyak sudah kawan-kawanku yang menjadi korban
kekejaman mereka”. Bekantan tua menghentika cerita.
“Lalu, bagaimana kakek
bisa selamat?” Tonny bertanya.
“Sebenarnya mereka juga
ingin membunuhku, tetapi tidak jadi”.
“Mengapa tidak jadi?”
tanya Chandra semakin penasaran.
“Karena aku pandai
meramu obat-obatan”. Bekantan itu diam sesaat. “Mereka memaksaku membuat obat
untuk Harimau belang itu. Aku tidak bisa melawan atau pun menolak”, kata
Bekantan itu.
“Kakek disuruh membuat
apa?” tanya Putri. Kakek bekantan itu diam sesaat.
“Aku disuruh membuat
obat untuk membuat Harimau itu sakti”, Bekantan menjelaskan. Mereka
mengangguk-angguk tanda mengerti. “Setiap hari mereka datang kemari untuk
menyelidiki kegiatanku sekaligus mengambil ramuan obat itu”, Bekantan
melanjutkan penjelasannya.
“Kalau begitu, gawat
dong”, kata Tonny membuat temannya heran.
“Mengapa?” Putri
semakin kesal melihat Tonny yang gelisah.
“Tentunya mereka akan
datang ke sini”, Tonny menjelaskan.
“Iya.... ya. Jadi,
bagaimana?” Chandra agak bingung.
“Kalian harus segera
pergi. Sebentar lagi mereka datang”, Bekantan tua menyarankan. Mereka bingung
sesaat namun akhirnya segera beranjak dari rumah itu.
Mereka menelusuri jalan
setapak yang ada di hutan itu. Tiba-tiba Chandra menghentikan langkahnya.
“Ada apa, Chan?” tanya
Tonny heran.
“Cepat bersembunyi”,
ajak Chandra pada teman-temannya. Mereka segera masuk ke semak belukar. Sambil
mendengarkan perbincangan gerombolan katak raksasa itu.
“Kita harus membunuh
kakek tua itu. Ini arahan dari raja”, kata seekor katak.
“Mengapa mesti dibunuh?
Ada baiknya kita penjarakan saja. Bukankah itu lebih baik? Dia tidak akan pergi
kemana-mana”, kata katak yang lain.
“Baiklah, kita akan
mengurungnya”, kata temannya yang lain. Chandra dan teman-temannya masih tetap
diam di tempat persembunyian. Sampai katak-katak itu pergi.
“Katak itu besar sekali”,
kata Putri sambil menahan perasaan ngeri.
“Kita harus pergi dari
tempat ini. Sepertinya tempat ini tidak aman”, kata Chandra. Teman-temannya
menyetujui dan mereka akhirnya berjalan terus menelusuri jalan setapak itu.
Ketika jarum jam menunjuk angka 12.00, Putri mulai merasa lapar.
“Hei, kita berhenti
dulu. Aku sudah lapar”, kata Putri. Chandra dan Tonny menghentikan langkahnya.
“Kita mau makan apa?”
tanya Tonny.
“Ini aku ada membawa
makanan ringan. Untung saja tas ini nggak ku lepas”, kata Putri.
“Hari ini ada makanan,
besok kita mau makan apa?” Chandra bertanya. Kedua temannya diam sesaat.
“Sudahlah, yang penting
kita makan dulu. Aku sudah lapar”, ajak Putri. Mereka makan bersama. Setelah
itu kembali meneruskan perjalanannya.
Sepanjang jalan, yang dilewati
hanya pohon-pohon besar. Dan masih belum ada tanda-tanda mereka akan menemukan
desa. Keadaan begitu sunyi. Sinar mentari sudah mulai condong ke arah Barat.
Setelah lelah berjalan,
mereka beristirahat di bawah pohon yang teduh. Tapi, alangkah kagetnya Putri
setelah melihat gerombolan katak raksasa bersama ayam-ayam mengelilingi mereka.
Mereka hanya dapat berdoa dan pasrah kepada takdir. Mereka bertiga diikat dan
dibawa ke suatu tempat. Dan dimasukkan ke sebuah tempat yang tidak begitu
terang. Dan berbaring di tempat yang gelap dan pengap itu hingga pagi
menjelang.
**********
0 komentar:
Posting Komentar