Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan

Rabu, 02 Maret 2016

Teruntuk Waktu





Jakarta, 12 Juli 2015

Untuk Waktu dan Anakku
di Tempat engkau tumbuh dan berkembang

Wahai anakku


Maafkan bapak nak.....
Maafkan bapak......
Maaf.......
Ingatkah kamu, sesaat dulu...
Sesaat kamu masi kecil dulu, saat kamu juara disetiap perlombaan di kala dulu. bapak mu ini bangga nak, bapak bahagia, walau cerita ini dan kenangan ini hanya dapat bapak ketahui dari ibumu.
sungguh bapak bangga, dirimu telah menjadi berbeda dari bapakmu
maafkan bapak yang terlalu keras dan lelah mengayuh gerobak roti untuk keluarga, namun terlupa akan indahnya waktu bersamamu nak.
Melewatkan masa indah tumbuh dan berkembangmu. 
Maafkan bapak nak.....
Maafkan bapak.....
Maaf....


Ingatkah kamu sesaat masa remaja mu
saat kamu telah mencoba berpikir dewasa, saat kamu mencoba hal-hal baru untuk buatmu jadi tau akan dirimu.
maafkan bapak nak, sudah tak sewajarnya bapak selalu keras dan marah kepada dirimu nak, sudah tak sewajarnya bapak memukul dan menjadikan rumah sebagai tempat tak nyamanmu.
bapak sendiri tak tahu untuk apa dan kenapa harus marah
bapak sendiri tak tahu untuk apa dan mengapa bapak harus keras
Bapak tak pernah punya waktu untuk mengenalmu
mengertilah kekhawatiran bapak nak, mengertilah...
bapak telah lebih keras lagi hidup dijalanan, sebagai pendorong gerobak roti,
tempaan, caci maki, dan masalah inilah yang membuat bapak keras.
nak, bapak sesungguhnya ingin lemah lembut, nak saat itu bapaklah yg minta tolong kepadamu
lembutkanlah hati bapak, bersabarlah dengan bapak, terimalah bapak
Maafkan bapak nak.....
Maafkan bapak....
Maaf....

Ingatkah saat kamu mengutarakan cita-citamu
saat kamu mengutarakan keinginanmu, mengutarakan rencana kedepanmu
nak, sesungguhnya bapak terharu
sesungguhnya bapak merasa bahagia
merasa bangga
dan juga,......
khawatir
akankah bapak bisa memenuhi keinginanmu??
nak, menjual roti saja sudah tak seberapa
bapak harus menjaga lahan parkir
untuk mobil-mobil yang kelak engkau tumpangi, semoga
maafkan bapak, apabila bapak tak pernah dirumah
bukan karena bapak tidak mau, namun bapak ingin kelak kamu bahagia
mengertilah nak, janganlah engkau tolak
pintaan pijit dari tanganmu, sesungguhnya pijitan inilah yang memberi pertanda dan kekuatan bapak di esok hari kelak
bapak tau keikhlasanmu dari kerasnya pijitan nak, bapak tau amarahmu dari pijitan nak, tapi tak mengapa, bapak akan selalu ikhlas memenuhi mimpimu nak
maafkan bapak yang selalu mengganggu mu di waktu sibuk persiapanmu
tapi bapak mohon
pijitlah nak
pijitlah badan yang menua karena jalanan, dinginnya malam, dan kerasnya kehidupan
mohon mengertilah
Maafkan bapak nak....
Maafkan bapak...
Maaf....

Ingatkah kamu dengan ibumu??
ah~~~ dasar wanita itu.
Ibumu adalah wanita cantik yang sesungguhnya terperangkap dalam rupa yang tak seberapa
ibumu adalah indah dalam kelamnya kehidupan bapak
ibumu adalah harapan
ibumu adalah semangat
ibumu adalah kebahagiaan
terima kasih nak, kamu tak pernah melanggar dan menjaga perasaan ibumu
terima kasih nak, selama ini telah mau memperhatikan ibumu, merawat ibumu dalam sempitnya waktu yang bapak miliki
maafkan bapak nak, yang tak memiliki daya lebih,
dan menjadikan ibumu ikut membanting tulang
menjadi buruh cuci serabutan
maafkan bapak, disaat terakhir ibumu
bapak berada di jalanan,
mencoba peruntungan, yang sesungguhnya kehadiran bapaklah yang ibumu inginkan
maafkan bapak nak, apabila di saat terakhirnya pun bapak tak menangis
bukan lah karena bapak tak ingin
namun pria yang kala itu 58 tahun ini tak tau caranya
melampiaskan kesedihan yang teramat mendalam
hingga, menangispun bukan sebuah jawaban
Maafkan bapak nak.....
Maafkan bapak....
Maafkan.....

nak, sungguhpun bapak bangga
apa yang bapak usahakan kini telah tercapai
kemapanan dirimu lah menjadi salah satu tolok ukurnya
namun,
kenapa kamu semakin jauh nak.
bukannya bapak sedih atas pernikahanmu, setidaknya
temani bapak nak, temani bapak menghadapi hari-hari ketidak mampuan bapak
hari lelah bapak
teknologi yang seharusnya memudahkan, adalah menjadi sebuah alasan
agar dirimu semakin jauh dari bapak
nada dering yang khas dari ponsel pemberianmu bagaikan nyanyian dirimu di kala dulu
pertemuan bapak dengamu semakin rumit, bagaikan seorang rakyat bertemu pejabat
harus perlu kabar, harus perlu janji
nak ini bapakmu, bukan bawahanmu atau orang-orang penting di kantormu
hanya seorang bapak, Nak
hubungilah bapak walau sesekali
jenguklah bapak walau sesekali

Nak, pada saat ini, kehidupan semakin sulit
terlebih bagi seorang lelaki tua berumur 67 tahun ini
dunia serasa semakin cepat, tak pernah ada yang melambat
bus kota, mobil, motor, semua semakin cepat
bukan hanya sekali dua kali bapak di caci maki akibat kelambatan bapak
namun kaki ini tak pernah bisa lagi dipercepat
pegalnya, rasa sakitnya
tak tahukah dunia ini, bahwa kaki ini sudah dimakan waktu
tak bisakah mereka memahami bahwa mata ini, telinga ini telah merapuh?
berbicara pun terpatah patah, napas tersengal sengal
tak biasakah dunia ini bersabar untuk bapak?
tak jarang bapak terbangun di tengah malam
merintih dan menangis
setelah mimpi buruk yang menghantui bapak
menangis dalam sendiri dan menyadari
dimana bagaimana dirimu kini
nak sesungguhnya bapak lelah

Maafkan bapak nak....
Maafkan bapak...
Maaf....
jangan terkejut nak, bila nanti
dirimu menjumpai bapak
tergantung ditemani tali tambang
dan scearik surat yang bapak tulis ini
di sudut kusen kamar reot yang terkelupas temboknya
lelaki 67 tahun ini kesepian, kesakitan, dan tak tahan terhadap derasnya waktu kehidupan
bapak telah lelah
nak semoga engkau menemukanku dan suratku
semoga nak
semoga saja
semoga dirimu mengunjungiku
semoga................


by:__Pandaongeng__



------------------------------ANDAI SATU HARI TAK HANYA 24 JAM--------------------------------------


*dipersembahkan untuk ayah yang sibuk bekerja dan tak pernah melihat buah hatinya
*dipersembahkan untuk buah hati yang telah lupa akan kerasnya kehidupan ayah di jaman dulu
*andaikan satu hari lebih dari 24 jam, ayahmu akan memeiliki waktu untuk merangkulmu


Minggu, 14 Februari 2016

Jenazah Akibat Ngipri Monyet





Demi kenyamanan dan keamanan nara sumber maka karakter-karakter dalam kisah ini saya samarkan namanya, terima kasih sebagai perhatian

Alkisah pada tahun 1982 lalu di sebuah desa kecil di kota Gunung Kidul, Yogyakarta. Ada seorang anak yang cukup terpandang dan kaya raya, memiliki banyak usaha dan kebun pisang di beberapa tempat. Bahkan halaman rumahnya yang luas tak luput digunakan untuk perkebunan pisang. Sang anak kita sebut dengan solihin. Alkisah sang anak mendapati ayahandanya berpulang ke Rahmatullah. maka upacara pemakaman pun dilakukan. Sanak family dikumpulkan beberapa diantaranya berasal dari rantauan nun jauh dari kampung halaman. Sebagai anak tunggal maka sudah menjadi kewajiban agar menyiapkan upacara pemakaman secara mandiri. Pak ustadz dipanggil sebagai tetua dan pemimpin upacara.

nampaknya upacara pemakaman tidak berlangsung secara lancar. hujan besar disertai angin kencang memaksa pemakaman ditunda, belum lagi tergenangnya liang lahat. Bahkan liang lahat tergenang bak sumur yang deras, setiap dikuras selalu kembali penuh. Pompa air sudah difungsikan sebagaimana mestinya, namun air masih menggenang. Solikhin nampak gelisah dan bingung ada apa gerangan. Melihat solikhin kebingungan pak ustadz mulai menangkap kegundahannya. Didekatinya solikhin

"Nak tenang saja, kita doakan saja ya nak" Tutur pak ustadz

"Tapi aneh pak, kenapa tidak lancar" Timpal Solikhin

"Nanti malam, bapak jelaskan nak" Jawab pak ustadz 

"Memang ada apa pak" Tutur sang anak bingung

"Nanti malam saja bapak jelaskan" Jawab ustadz

Hujan pun berhenti, sang anak tak lupa mengucap syukur, liang lahat pun sudah kering tak tergenang air. Maka jenazah pun diangkat dan diantarkan ke pemakaman. saat akan diturunkan, keanehan pun terjadi lagi. Liang lahat ternyata terlalu pendek, padahal tadi sudah di ukur dengan seksama. maka kembali di panjang liang lahat, namun saat diturunkan masi pendek lagi, dan kemudian di panjangkan lagi. Begitu terus berulang-ulang, namun masi kependekan. Akhirnya dengan berat hati jenazah pun di kebumikan dengan keadaan kakinya di tekuk.

Malam harinya sebagai  penyempurnaan upacara pemakaman, maka dilakukan tahlilan. menjelang tahlilan usai sang ustadz mendekati solikhin. 

"Nak nanti jangan kaget ya kalau kalau ada sesuatu yang janggal" Kata pak ustadz

"Loh kenapa pak ustdaz" Tanya solikhin kebingungan

"Nanti malam kalau jenazah balik lagi jangan kaget" Kata pak ustadz

"Kok gitu pak?" Tanya solikhin makin bingung

"Begini nak, dulu bapak kamu demi kemajuan desa ini, bapak melakukan ritual menuntut ilmu Ngipri monyet, setiap malam bapak kamu melakukannya alhasil desa ini dan kamu sekeluarga jadi sesukses ini, namun ada pengorbanannya, bapak kamu jenazahnya tidak diterima di bumi dan langit" Tutur Pak ustadz

"Terus bagaimana Pak ?" Tanya solikhin

"Sudah tenang saja nak, nanti murid-murid bapak dateng, nanti kita kebumika lagi" Jawab pak ustadz

Malam makin mencekam, murid-murid pak ustadz berdatangan, jam sudah menunjukan pukul setengah 12. murid-murid pak ustadz membacakan lantunan Al-Quran yang merdu. hujan turun rintik-rintik. benar-benar mencekam malam itu, kami semua menunggu kalau-kalau bapak solikhi kembali lagi. Peralatan kubur sudah disiapkan agar penguburan lagi dilakukan dengan cepat.

tepat pukul 12 malam, bau anyir darah terhirup. dan benar saja tiba-tiba terdengan suara GEDEBUK. sebuah benda berat jatuh begitu saja, arahnya dari halaman belakang rumah yang dipeuhi kebu pisang. 

Semua berlari keluar, dan menghambur ke arah kebun belakang rumah dan Benar Saja,

Didapati SETANDUN PISANG KEPOK, BEWARNA EMAS, BESAR DAN MANIS.


Jadi barang siapa yang ingin membeli pisang
tersebut silahkan menghubungi saya di
nomer bebas pulsa: 1-800-88-88-88

pin BBM 3342112
Pisang Goreng 20rb
Keripik pisang 10rb
Baju pisang 5rb
Bagi yang mau COD dapat langsung ke rumah
Bebas ongkos kirim untuk pemesanan 20 kg

PISANG PISANG YUK DIBELI PISANG
BELI BELI DIBELI DIBELIIII


HAHAHAHA, JANGAN SERIUS SERIUS BACANYA, CUMA BUAT BERCANDA...HAHAHHAHA KENA DEH HAHAHA

Jumat, 12 Februari 2016

Petualangan Tiga Sekawan (Bagian Akhir)



~~ KUMPUL KEMBALI ~~

Hari ini merupakan hari yang sangat membahagiakan bagi ketiga sahabat itu. Mereka sudah siap dan segera pergi meninggalkan istana baru. Tujuan mereka sekarang adalah desa mereka. Chandra membuka kembali peta yang ia simpan dalam sakunya.
“Aku pikir, desa tempat kita itu masih sangat jauh dari sini”, kata Chandra sambil melipat kembali peta itu dan menyimpannya dalam saku.
“Kira-kira berapa hari perjalanan?” tanya Tonny.
“Dua hari”, jawab Chandra singkat.
“Ah... cukup melelahkan juga”, Putri ikut-ikutan bicara. Mereka terus berjalan dan ketika tiba di sebuah sungai, mereka minum sepuasnya.
Malam itu mereka kembali bermalam di goa yang ada di dekat sungai, sebelum mereka melanjutkan perjalanan. Dan keesokan harinya, mereka kembali melanjutkan perjalanan.
“Chandra, apakah kamu yakin jalan ini benar?” Putri mulai ragu. Chandra melihat peta yang dipegangnya.
“Aku rasa, jalan ini benar. Lihatlah ini, tidak jauh dari sini ada sebuah bukit. Kita terpaksa mendaki bukit itu”, Chandra menjelaskan.
“Aneh yach, waktu kita pertama kali masuk hutan, rasanya kita tidak pernah melewati bukit”, Tonny menjadi heran.
“Aku tidak tahu itu. Tapi aku yakin, desa yang ada pada peta ini adalah desa tempat kita”, kata Chandra meyakinkan.
“Baiklah, aku juga meyakininya. Sekarang cepat, kita harus melajutkan perjalanan”. Tonny mengajak kedua temannya berangkat.
Ketika sudah tiba di kaki bukit, mereka duduk sejenak. Putri memijat-mijat kakinya.
“Ah... aku sudah capek. Apakah perjalanan kita masih ajuh?” tanya Putri.
“Tidak juga”, jawab Chandra singkat.
“Aku jadi terfikir, bagaimana perasaan kakek dan nenek setelah dia tahu kita tersesat”. Tonny berbicara sambil pandangannya menerawang jauh.
“Iya, tidak terasa sudah satu minggu lebih kita berada di hutan ini”, Chandra menjadi sedih. “Siapa mengira kita masih hidup”. Chandra mematahkan ranting yang ada di dekatnya.
“Iya, aku rasa mereka pasti heran jika melihat kita kembali”, Putri menimpali.
“Yach sudah, ayo kita lanjutkan perjalanan”, ajak Tonny. Sudah setengah hari merka berjalan. Namun, desa yang diharapkan masih belum kelihatan. Tapi, mereka tak putus asa sampai akhirnya, sebelum matahari terbenam, desa yang diharapkan sudah kelihatan.
“Hei, lihat. Kita susdah hampir sampai”, Putri berteriak kegirangan. Dia mempercepat langkahnya.
“Iya, lihat pohon kelapa itu”, kata Tonny. Dia juga sangat senang. Ketiga anak itu bahagia. Ternyata jalan itu mengantarkan mereka ke kebun milik Kakek Tonny. Anak itu saling mendahului. Mereka berlari-lari hingga memasuki kebun itu.
Di kejauhan tampak kakeknya sedang memetik kacang panjang. Mereka tertawa senang dengan hampir serentak mereka memanggil kakeknya. Namun kakek itu tidak mendengarnya.
“Kek, Kakek”. Putri kembali berteriak. Kali ini kakeknya menoleh. Alangkah kaget dan herannya kakek itu melihat ketiga cucunya. Tonny dan Putri berlari-lari mendapatkan kakeknya. Mereka saling berpelukan. Chandra hanya tersenyum sambil memperhatikan kedua temannya itu. Pikirannya melayang ke kota. Ia teringat pada kedua orang tuanya. Rasa rindu mulai menghantui dan itu membuat ia merasa sedih.
Malamnya, rumah Kakek Tonny ramai dipenuhi oleh teman-teman Tonny dan Chandra. Mereka ingin mendengar cerita tentang petualangan ketiga temannya itu. Tonny, Chandra, dan Putri dengan senang hati menceritakan apa yang telah terjadi.
“Wah, kalian tidak tahu, kami menunggu kalian sampai sore”, kata Bobby.
“Benar nich?” Putri bicara setengah bercanda.
“Iya, Put. Kamu tahu, Budi sangat sedih karena sampai matahari hampir terbenam kalian belum juga pulang”, Hendra membenarkan. Budi hanya tersenyum.
“Sejak kapan kamu pandai bersedih, Bud?” Tonny mulai bercanda.
“Eh.... kamu nggak tau. Dia sedih karena Putrinya juga ikut tersesat”, Bobby menimpali.
“Enak aja kamu bicara”. Putri mulai berang.
“Maaf, Put. Aku hanya bercanda. Itu aja kamu marah”. Bobby berkata sambil tersenyum.
“Iya, Put. Jangan suka marah nanti cepat tua”, Chandra ikut-ikutan bicara. Mereka akhirnya tertawa. Malam ini adalah malam pertama ketiga anak itu dapat berkumpul kembali dengan teman-temannya. Mereka begitu gembira dan akhirnya malam itu menjadi malam yang sangat menyenangkan. Apalagi dihiasi oleh bintang dan bulan, yang memperindah suasana malam.
Serasa bagai mimpi, karena akhirnya mereka dapat berkumpul dengan teman-temannya kembali. Pengalaman dan kenangan yang dialaminya selama dalam hutan, dianggapnya sebagai sebuah petualangan.



**** THE END ****

Kamis, 11 Februari 2016

Petualangan Tiga Sekawan (Bagian 7)



~~ MATINYA HARIMAU BELANG ~~

Ketika fajar menjelang, keempat sahabat itu segera pergi untuk mencari tempat Harimau Belang. Ketika berada di tepi sungai mereka mulai bingung.
“Bagaimana kita mau menyeberang, nich?” Putri membuka suara. Chandra memperhatikan keadaan di sekitarnya. Teli yang berada di pundaknya turut memperhatikan.
“Hei, lihat! Di hulu sungai ada sebuah rakit. Kurasa itu dapat digunakan”, kata Chandra.
“Ayo kita ke sana”, ajak Tonny. Mereka segera pergi ke hulu untuk mengambil rakit itu. Chandra memperhatikan keadaan sekitarnya. Dia takut kalau-kalau tentara katak mengintainya. Setelah dirasa aman, mereka mulai menyeberang.
Setelah tiba di seberang sungai, mereka melanjutkan perjalanan. Dan di suatu tempat mereka berhenti untuk beristirahat. Chandra kembali membuka peta, dan memperhatikan dengan seksama.
“Tempat Harimau Belang itu tidak jauh dari sini. Jadi kita harus berhati-hati”, kata Chandra. Temannya mengangguk-angguk tanda mengerti.
“Aku rasa kita jangan melalui jalan setapak. Sebab aku khawatir segerombolan katak akan lalu di sini”, kata Teli memberi saran.
“Baiklah, kita melewati semak. Sambil tetap waspada”, kata Chandra. Mereka mulai memasuki semak-semak.
Tidak lama berjalan, mereka tiba di tanah lapang. Tempat itu hanya ditumbuhi ilalang. Tidak jauh dari tempat itu ada sebuah bangunan. Chandra dan teman-temannya mendekati bangunan itu. Mereka menyuruh Teli melihat keadaan sekitarnya. Setelah dirasa aman, mereka memasuki gedung itu. Rumah besar itu sepi seolah tak berpenghuni. Mereka meneliti ruangan demi ruangan. Namun, tidak ada penghuninya sama sekali.
Ketika mereka pergi ke dapur, mereka menemukan seekor tikus yang terikat. Chandra segera melepaskan ikatan tikus itu.
“Hai, Tikus. Ke mana Harimau Belang pergi?” tanyanya setelah tikus itu bebas.
“Mereka sudah pindah ke istana yang baru”, jawab Tikus dengan ketakutan.
“Apakah kau tahu, di mana istana baru itu?” Tonny bertanya.
“Kalau tidak salah, tidak jauh dari tempat ini. Kalian ikuti saja jalan setapak. Tapi aku sarankan kalian harus hati-hati”, kata Tikus menjelaskan.
“Baiklah, terima kasih. Kami segera pergi”, kata Chandra. Setelah itu mereka meninggalkan gedung yang sudah tak berpenghuni itu.
Benar saja. Tidak lama berjalan, mereka menemukan sebuah taman yang indah. Mereka terkagum-kagum melihat keindahan tempat itu.
“Ah,,, rasanya seperti mimpi”, kata Putri. Teman-temannya mengiyakan.
“Hei, lihat di sana ada sebatang jambu yang sedang berbuah”, Tonny menunjuk sesuatu.
“Iya, buahnya lebat sekali. Aku jadi lapar”, kata Putri.
“Kalau begitu, ayo kita ambil”, ajak Tonny.
“Tunggu dulu, kita harus hati-hati. Aku rasa, kita sudah memasuki kawasan istana itu”, kata Chandra. Temannya diam sebentar. Ada perasaan takut menyelubunginya. “Teli, coba kamu ambilkan buah jambu itu. Aku rasa kamu pasti bisa”, Chandra meminta bantuan Bajing sahabatnya. Bajing itu segera pergi dan dengan hati-hati dia mengambil buah jambu itu.
Setelah mereka makan jambu, si Teli melompat kembali untuk meneliti keadaan sekitarnya. Tidak lama kemudian dia sudah kembali.
“Istana Harimau Belang tidak jauh dari sini. Coba kalian lihat di sana, di lembah itulah istananya dibangun”, Teli menjelaskan. Teman-temannya memperhatikan arah yang ditunjuk Teli.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” Chandra tak mengerti.
“Kita harus ke sana. Aku lihat pengawasannya tidak terlalu ketat”. Teli memberi saran.
“Baiklah, kita pergi sekarang”. Mereka mulai bergerak menuju istana itu. Dan dengan hati-hati mereka menuruni lembah.
“Tonny dan Putri, kalian berdua pergi meneliti ke arah belakang. Aku dan Teli akan meneliti arah depan. Ok! Kita akan bertemu kembali di sini. Tapi ingat, kalian harus hati-hati”. Chandra memberi arahan pada teman-temannya. Kedua temannya segera pergi. Begitu juga dengan Chandra dan Teli.
Perlahan-lahan, Putri dan Tonny berjalan menuju belakang istana. Namun, sayangnya kedua anak itu kurang hati-hati. Sehingga langkahnya diketahui oleh dua ekor katak yang sedang bertugas. Kedua anak itu dibawa menghadap raja mereka. Harimau Belang tersenyum senang, dua orang manusia telah menjadi tawanannya.
“Selamat datang di istanaku, hai manusia”. Suara Harimau Belang menggema. Putri dan Tonny semakin ketakutan. “Apa maksud kalian datang ke sini?” tanya Harimau Belang itu. Putri dan Tonny hanya diam membisu. Harimau Belang menjadi berang. “Pengawal!! Bawa mereka ke penjara”, katanya setelah diam sesaat. Dua ekor katak datang dan membawa Tonny dan Putri ke ruang tahanan.
“Sial, kita tertangkap lagi”, kata Tonny. Dia betul-betul kesal.
“Ini salah kita juga, kita kurang hati-hati”. Putri menimpali.
“Bagaimana dengan Chandra. Aku harap dia selamat”. Tonny mulai khawatir dengan keadaan temannya.
Lain halnya dengan Chandra. Dia sudah lama menunggu kedua sahabatnya. Namun, yang ditunggu belum juga tiba.
“Di mana Tonny dan Putri? Mengapa mereka lama sekali?” pikirnya. Tiba-tiba dia dikejutkan oleh si Teli.
“Gawat, kedua temanmu tertangkap”. Kata Teli dengan serius.
“Apa!!? Tertangkap? Dari mana kamu tahu?” tanya Chandra merasa tak percaya.
“Secara tidak langsung, aku mendengar pembicaraan dua ekor katak. Mereka mengatakan telah menangkap dua orang bangsa manusia. Jadi, kupikir dua manusia itu adalah temanmu”, Teli menjelaskan. Chandra terdiam, dia menjadi sedih dan bingung.
“Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku jadi bingung”. Kata Chandra tak mengerti.
“Kita harus cepat-cepat membubuhkan obat itu ke dalam minuman Harimau Belang”, Teli menyarankan.
“Tapi, bagaimana caranya?” Chandra semakin bingung. Teli berpikir sesaat.
“Aku mendengar kabar, besok pagi-pagi sekali Harimau Belang akan mengirim tentaranya untuk mencarimu. Termasuk gerombolan katak itu. Nah, pada waktu mereka pergi, kita menyelinap masuk ke kamarnya. Dan diam-diam kita masukkan obat itu pada minumannya. Bagaimana?” Teli mengharapkan tanggapan Chandra.
“Tapi, apakah itu tidak berbahaya?” Chandra ragu-ragu.
“Kita harus berhati-hati. Percayalah, kita pasti selamat”. Teli meyakinkan teman manusianya itu. Chandra pun menyetujui rencananya, dan mereka tetap tinggal di sana sampai pagi esok tiba.
Benar saja, keesokan harinya, segerombolan katak dan yang lainnya segera pergi meninggalkan tempat itu. Setelah dirasa aman, Chandra dan Teli mulai mendekati istana dan menyelinap masuk. Kedua sahabat itu agak ragu untuk membuka pintu kamar Harimau Belang. Tiba-tiba muncul seekor tikus membawa baskom berisi air. Chandra dan Teli cepat bersembunyi. Tikus itu membuka pintu kamar. Tampak Harimau Belang tertidur lelap. Perlahan-lahan Teli dan Chandra masuk dan bersembunyi di pot-pot bunga yang ada di kamar itu. Pot itu besar sekali sehingga tubuh Chandra tak kelihatan.
Setelah tikus pergi, perlahan-lahan Chandra mengeluarkan serbuk yang diberikan oleh Bekantan tua. Kemudian dia meminta bantuan Teli menuangkan serbuk itu ke dalam baskom yang berisi air. Teli melaksanakan tugas dengan hati-hati.
Tidak berapa lama kemudian Harimau Belang menggeliat bangun. Teli terkejut, dia segera melompat untuk bersembunyi. Untung saja Harimau Belang tidak melihatnya. Harimau Belang segera mendekati baskom dan meminum air itu sampai habis. Chandra dan Teli memperhatikannya dengan hati yang berdebar-debar. Lama mereka memperhatikan namun tidak ada reaksi apa pun dari Harimau Belang. Namun, alangkah kagetnya Chandra ketika mendengar Harimau Belang berteriak-teriak kesakitan.
Tanpa rasa takut, Chandra dan Teli keluar dari tempat persembunyiannya untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata obat itu sangat mujarab. Dalam sekelip mata, Harimau Belang sudah tidak bernyawa lagi. Chandra merasa lega. Dia segera membebaskan kedua temannya.



**********

Rabu, 10 Februari 2016

Petualangan Tiga Sekawan (Bagian 6)



~~ TUGAS MULIA ~~

Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan mereka. Kali ini, mereka lebih berhati-hati. Namun, alangkah kagetnya mereka. Setelah tahu bahwa jalan yang mereka lewati ternyata membawa mereka ke rumah si Bekantan tua itu lagi.
Namun, kali ini rumah itu sudah sepi tak berpenghuni. Mereka jadi heran.
“Di mana Kakek Bekantan itu?” tanya Putri pada temannya.
“Aku tidak tahu. Tapi aku rasa tentu masih di sekitar sini. “, kata Chandra sambil memperhatikan keadaan di sekitarnya.
“Hei, lihat. Kakek itu ada di sana”, kata Tonny. Mereka segera menuju ke sana. Tampak kakek Bekantan itu duduk termenung.
“Kek, kami datang”, kata Putri. Kakek Bekantan itu tersenyum senang.
“Syukurlah kalian datang kembali. Aku sudah lama menunggu kalian”, kata Kakek Bekantan itu. Chandra membuka kunci pintu yang ada di kurungan itu. “Aku hanya berharap pada kalian”, kata Kakek Bekantan itu. Chandra dan kedua temannya tidak mengerti sama sekali.
“Maksud Kakek?” tanya Tonny penasaran.
“Aku berharap kalian menghilangkan kesaktian Harimau Belang. Sudah tiba saatnya kalian membebaskan binatang-binatang yang ada di hutan ini”, kata Kakek Bekantan itu.
“Bagaimana cara kami menghilangkan kesaktiannya, Kek. Sedangkan kami tidak tau apa-apa?” Tanya Chandra tak mengerti.
“Aku mempunyai obat untuk menghilangkan kesaktiannya. Obat ini kalian masukkan ke dalam air minumannya. Kalian harus berhati-hati dalam melakukannya. Sebab kalau sampai ketahuan, kalian bisa dibunuh”, kata Bekantan itu meyakinkan.
“Tapi, di manakah Harimau Belang itu berada?” tanya Putri. “Dan juga, kami ingin mencari jalan keluar dari hutan ini. Apakah Kakek tahu jalan keluarnya?” tanya Putri kemudian.
“Masalah itu kalian jangan bimbang. Aku akan memberitahu kalian asalkan kalian mau menunaikan permintaanku”, kata Bekantan itu. Anak-anak menyetujui.
Kakek Bekantan itu mengambil sebuah bungkusan berisi serbuk dan sebuah peta.
“Nah, ambillah obat ini dan kalian gunakan seperti kataku tadi. Dan ini adalah sebuah peta. Kalian bisa menggunakan peta ini untuk mencari tempat Harimau Belang berada dan di sini juga ada jalan untuk keluar dari hutan ini. Cepatlah kalian pergi dan ingat, kalian harus hati-hati”, Kakek Bekantan itu kemudian menghentikan ucapannya.
Chandra dan kedua temannya bergegas meninggalkan tempat itu. Perasaan mereka bercampur aduk. Antara senang dan tegang. Mereka senang karena ada harapan untuk keluar dari hutan rimba yang telah membuat mereka tersesat. Namun, dibalik itu mereka dituntut untuk menumpas kejahatan. Itulah yang membuat mereka tegang.
“Kita istirahat dulu”, ajak Chandra. Kedua temannya menyetujui. Mereka lalu duduk di bawah pohon yang rindang. Keadaan sangat sepi. Hanya suara burung-burung yang berkicau, menghiasi suasana siang itu.
Chandra membuka peta pemberian Kakek Bekantan itu. Dia memperhatikannya dengan seksama.
“Berarti tidak jauh dari tempat ini, ada sungai”, kata Chandra. Temannya memperhatikan peta itu. “Kita harus menyeberang sungai untuk pergi ke tempat Harimau Belang”, Chandra melanjutkan.
“Aku jadi takut” kata Tonny. Chandra memperhatikannya dengan kesal. “Aku takut kita tidak berhasil”, Tonny melanjutkan kata-katanya.
“Setidak-tidaknya kita harus mencoba”, kata Chandra meyakinkan. “Kita harus segera pergi. Kalau tidak, nanti kita kemalaman”, Chandra mengajak kedua temannya.
“Nanti kita bermalam di mana?” tanya Putri. Chandra kembali memperhatikan peta.
“Tidak jauh dari sungai itu ada sebuah goa. Mungkin kita harus bermalam di sana sambil menunggu pagi esok tiba”. Chandra segera mengajak kedua temannya pergi dari tempat itu.
Hampir satu jam lamanya mereka berjalan. Tibalah mereka di sebuah sungai. Airnya begitu jernih dan sejuk. Mereka mencuci muka dan sebagainya untuk menyegarkan badan. Sekali-sekali mereka minum sebagai pelepas dahaga. Setelah puas, tiga sekawan itu segera pergi untuk mencari goa seperti yang ditulis pada peta. Ketika matahari sudah mulai condong ke Barat, akhirnya goa itu dapat ditemukan.
Putri merasa senang di tepi sungai. Dia bermain-main sambil memperhatikan ikan-ikan yang berenang. Tanpa disadarinya ternyata seekor katak memperhatikan gerak-geriknya.
“Putri, ayo kembali ke goa. Lihat, matahari sudah hampir terbenam”, ajak Tonny. Putri segera bangkit dan bergegas menuju goa.
Ketika matahari mulai terbenam, mereka menghidupkan api unggun sebagai penerang. Mereka membaringkan tubuhnya di atas bebatuan yang ada di dalam goa. Tidak lama kemudian, keadaan menjadi sunyi. Chandra memperhatikan kedua temannya yang sudah terlelap tidur. Dia tersenyum, pikirannya melayang ke kota di mana dia tinggal. Dia lalu termenung, perasaan sedih mulai menghantui. Dia teringat ayah dan ibunya.
“Bagaimana perasaan mereka, setelah tahu aku tersesat di hutan. Tentunya mereka akan sedih”, pikir Chandra. Namun, di sebalik itu dia merasa senang. Sebab liburan panjangnya kali ini cukup menegangkan.
Tiba-tiba telinganya menangkap suatu bunyi-bunyi yang sangat perlahan sekali. Chandra semakin memasang telinganya. Dia mulai waspada akan datangnya bahaya. Sengaja dia tidak membangunkan kedua temannya. Perlahan-lahan Chandra keluar dan betapa kagetnya dia, setelah mendengar suara memanggilnya.
“Siapa kamu?” tanya Chandra tetap waspada.
“Aku seekor Bajing hutan. Namaku Teli”, kata Bajing itu. Chandra mencari ke sana ke mari. Ternyata Teli berada di sampingnya yaitu di sebuah batu besar.
“Apa tujuanmu datang ke mari?” Chandra bertanya.
“Aku ingin memberitahukan sesuatu. Ketahuilah, bahwa sebentar lagi segerombolan katak akan datang kemari. Mereka ingin menangkap kalian”, Teli menjelaskan.
“Bagaimana mereka tahu kami berada di sini?” Chandra menjadi heran.
“Seekor katak telah melihat seorang temanmu bermain di sungai. Demi keselamatan kalian cepatlah tinggalkan tempat ini”, Teli semakin kuatir.
“Tapi, kami harus pergi ke mana? Kami tidak tahu keadaan tempat ini”, Chandra semakin gelisah. Dia jadi bingung.
“Bangunkan teman-temanmu dan ikutlah aku. Kalian pasti selamat”, Teli memberikan kepastian. Tanpa berpikir panjang Chandra segera membangunkan kedua temannya. Setelah itu, mereka pergi meninggalkan tempat itu, menuju ke suatu tempat yang aman. Akhirnya ketiga anak itu selamat. Mereka mengucapkan terima kasih kepada Teli yang telah menolong mereka. Teli pun akhirnya menjadi sahabat mereka dan siap membantu untuk membunuh Harimau Belang.



**********

Selasa, 09 Februari 2016

Petualangan Tiga Sekawan (Bagian 5)



~~ BEBAS KEMBALI ~~

Malam berlalu begitu cepat. Malam ini Chandra dan kedua temannya merasa tidak senang. Tempat itu cukup pengap. Tidak ada lubang udara yang besar. Hal ini membuat mereka panas.
Tiba-tiba mereka mendengar suara pintu dibuka. Dan dua ekor katak raksasa masuk.
“Hei, cepat keluar. Jika kalian ingin tetap hidup, kalian harus bekerja”, kata seekor katak. Chandra dan kedua temannya tidak dapat berbuat banyak. Mereka menuruti perintah katak-katak itu.
Chandra dan kedua temannya dibawa ke tanah lapang. Di sana banyak sekali binatang-binatang yang bekerja. Mereka mengumpulkan bebatuan dan dibawa ke suatu tempat. Chandra dan kedua temannya terpaksa melakukan semua itu.
Ketika jam istirahat tiba, mereka duduk-duduk di bawah pohon. Tiba-tiba seekor tikus datang membawa tiga butir buah-buahan hutan.
“Kalian ini tawanan baru, ya?” tanya Tikus itu dengan ramah. “Wajah kalian baru aku lihat hari ini”, dia melanjutkan.
“Iya, kami memang orang baru di sini”, jawab Chandra. Tikus itu tersenyum.
“Heran, mengapa orang seperti kalian mau diperbudak oleh binatang”. Kata Tikus membuat Chandra dan kedua temannya kesal.
“Apa maksudnya?” tanya Putri penasaran.
“Apakah kalian tahu, kalian bekerja di sini untuk siapa?” tanya Tikus itu lagi. Chandra dan kedua temannya menggelengkan kepala. “Kalian bekerja di sini untuk Harimau Belang. Dia ingin membuat istana di hutan ini”, kata Tikus menjelaskan.
“Dari mana kamu tahu semua itu?” tanya Tonny heran.
“Nasibku sama dengan kalian. Aku juga dipaksa bekerja di sini. Tapi nasibku agak baik. Karena aku hanya disuruh memasak dan bisa bebas di sini”. Tikus itu kembali menjelaskan. Tidak lama kemudian terdengar suara katak memanggil mereka kembali bekerja. Ketika matahari sudah hampir terbenam, barulah mereka dibawa kembali ke tempat tawanan.
Putri mulai menangis. Tak terasa sudah hampir seminggu di dalam hutan. Dia ingin segera kembali. Namun, sayang seribu kali sayang. Jangankan untuk kembali, untuk melepaskan diri dari tawanan saja susah.
“Put, sudahlah. Tak perlu menangis. Suatu saat kita pasti bisa bebas dari tawanan ini”, kata Tonny menghibur. Mereka kemudian diam membisu memikirkan nasib masing-masing.
Keesokan harinya mereka bekerja seperti biasa dan ketika waktu istirahat tiba, tikus itu kembali menghampiri mereka. Seperti kemarin, dia juga membawa tiga butir buah.
“Kus, apakah kamu tau jalan untuk melepaskan diri?” tanya Chandra memberanikan diri.
“Dimana kalian di tempatkan?” Tikus itu balik bertanya.
“Di sana”, Chandra menunjuk suatu tempat. “Tempat itu gelap dan pengap”, kata Chandra melanjutkan.
“Di sana?” Tikus diam sesaat. “Kalau tidak salah di sana ada sebuah tombol. Jika kalian menemukan tombol itu, mungkin kalian bisa lolos. Kalau tidak salah, di bawah tombol itu ada pintu. Aku tidak tau pintu itu menuju ke mana. Yang jelas kalian harus berhati-hati”, kata Tikus menjelaskan.
Ketiga anak itu merasa senang. Mereka mengucapkan terima kasih pada tikus. Malamnya, mereka mulai meneliti ruangan di sekitar mereka. Cukup lama mereka mencari-cari namun tidak juga ketemu. Tiba-tiba Putri bersorak.
“Hei, lihat itu”, kata Putri sambil menunjuk sesuatu. Tonny dan Chandra melihat ke arah yang ditunjuk Putri. Ternyata walau tempatnya agak gelap, di langit-langit ruangan itu ada sebuah tombol.
“Mungkin itu tombolnya”, kata Chandra setelah memperhatikan dengan seksama.
“Tapi, pintunya dimana?” tanya Putri.
“Mungkin di bawah kita ini. Bukankah Tikus itu mengatakan demikian”. Tonny tidak mau ketinggalan.
“Baiklah, sekarang tombol itu telah kita temukan. Yang perlu kita fikirkan sekarang ini, bagaimana cara kita mencapai tombol itu. Bukankah tempatnya sangat tinggi”, kata Chandra. Kedua temannya jadi bingung.
“Begini saja, kamu naik ke pundak Tonny. Aku rasa pasti sampai”, kata Putri memberi saran.
“Baiklah, aku siap aja”, kata Tonny. Chandra hanya tersenyum.
“Bersiaplah, aku akan naik di pundakmu. Dan kau, Putri. Peganglah tangan Tonny agar kita tidak terpisah. Okey”. Chandra mulai naik ke pundak Tonny dan Putri memegang tangan Tonny. Ketika tangan Chandra mencapai tombol, dia agak ragu.
“Mengapa tidak kau tekan saja tombol itu?” tanya Putri.
“Apakah kita sudah siap, mengalami cobaan selanjutnya?” Chandra balik bertanya.
“Kita harus siap”, kata Tonny. Mendengar kepastian dari temannya, Chandra tidak ragu lagi. Kemudian dia segera menekan tombol itu. Dan benar saja. Setelah tombol ditekan, tiba-tiba lantai tempat mereka berpijak terbuka lebar dengan tidak menyisakan sedikit pun.
Mereka terjatuh dengan pasrah dan betapa senangnya mereka setelah jatuh di sebuah sungai. Untung saja ketiga anak itu pandai berenang. Mereka segera menyeberang dan mencari tempat persembunyian yang aman.
Ketiga anak itu merasa sangat bersyukur dapat bebas kembali. Mereka melanjutkan perjalanannya. Dan akhirnya menemukan sebuah goa. Di goa inilah mereka beristirahat dan tertidur di bawah sinar bulan dan bintang yang berkelap kelip tersenyum senang.



**********

Senin, 08 Februari 2016

Petualangan Tiga Sekawan (Bagian 4)



~~ GEROMBOLAN KATAK ~~

Keesokan harinya, cuaca pagi begitu cerah. Matahari sudah muncul di ufuk timur. Burung-burung berkicau riang menyambut pagi yang indah. Putri terbangun mendengar kicauan burung. Di pandanginya Chandra dan Tonny yang masih tertidur.
Perlahan-lahan, dia keluar dari pondok dan melihat-lihat keadaan sekitarnya. Namun, pagi nan indah itu berubah menjadi ribut. Putri heran, dia segera membangunkan kedua sahabatnya. Apa yang terjadi pagi ini? Ternyata segerombolan katak raksasa sedang berjalan di hutan itu. Mereka bertiga kaget melihat katak yang sangat besar itu. Tanpa pikir-pikir lagi, mereka langsung berlari untuk menyelamatkan diri.
Gerombolan katak menjadi curiga. Mereka lalu mengejar ketiga anak itu.
“Wah, gawat. Mereka mengejar kita”, kata Tonny dengan rasa yang sangat takut. Mereka terus berlari tanpa menyadari bahaya yang ada di hadapan mereka. Ketika gerombola katak sudah semakin mendekat, mereka semakin mempercepat langkahnya. Dan ternyata di hadapan mereka ada jurang. Jurang itu tidak terlalu terjal. Karena didorong oleh rasa takut amat sangat, mereka terjatuh ke dalam jurang dan tidak sadarkan diri.
Chandra tersadar dari pingsannya setelah tubuhnya merasakan lantai bambu yang agak dingin. Perlahan-lahan dia membuka matanya. Dia agak kaget, di atas sana dia melihat atap-atap rumah yang tersusun dengan rapi. Dia semakin heran melihat keadaan di sekitarnya. Tidak jauh dari tempatnya, terbaring Tonny dan Putri yang masih belum sadarkan diri.
“Dimana kami sekarang?” pikirnya. Tidak lama kemudian muncul seekor Bekantan tua. Chandra semakin terkejut.
“Kamu sudah sadar, nak? Jangan takut”, kata Bekantan itu. Chandra semakin heran.
“Kam.... kamu bisa bicara?” kata Chandra di tengah keheranannya. Bekantan mengangguk-angguk.
“Aku telah memberi kalian obat. Obat ini banyak manfaatnya. Selain menghilangkan rasa pusing dan menyadarkan orang dari pingsan, dia juga dapat membuat kita mengerti bermacam bahasa. Terutama bahasa binatang”. Bekantan tua itu menjelaskan. Tidak lama kemudian Tonny dan Putri pun sadarkan diri.
Seperti halnya Chandra, mereka berdua pun heran dengan kejadian itu. Bekantan tua hanya tersenyum. Chandra lalu menjelaskan kepada kedua temannya itu. Akhirnya mereka tersenyum dan bersyukur karena masih selamat.
“Kek, boleh saya bertanya?” Putri mulai bicara.
“Mau tanya apa? Katakanlah”, kata si Bekantan itu.
“Mengapa gerombolan katak-katak itu mengejar kami?” tanyanya. Bekantan tersenyum.
“Setiap hari katak-katak itu mengadakan pembersihan di hutan ini. Mereka adalah prajurit Harimau belang”, kata si Bekantan menjelaskan.
“Harimau belang?” kata mereka hampir bersamaan.
“Harimau belang itu apa?” tanya Putri tak mengerti.
“Harimau belang itu adalah penguasa hutan ini. Dia sangat jahat. Banyak bangsa binatang yang lemah, dijadikan pekerja paksa untuk membuat istana”. Chandra dan kedua temannya mendengarkan dengan seksama. “Siapa yang melawan, akan dibunuh secara kejam oleh gerombolan katak itu. Banyak sudah kawan-kawanku yang menjadi korban kekejaman mereka”. Bekantan tua menghentika cerita.
“Lalu, bagaimana kakek bisa selamat?” Tonny bertanya.
“Sebenarnya mereka juga ingin membunuhku, tetapi tidak jadi”.
“Mengapa tidak jadi?” tanya Chandra semakin penasaran.
“Karena aku pandai meramu obat-obatan”. Bekantan itu diam sesaat. “Mereka memaksaku membuat obat untuk Harimau belang itu. Aku tidak bisa melawan atau pun menolak”, kata Bekantan itu.
“Kakek disuruh membuat apa?” tanya Putri. Kakek bekantan itu diam sesaat.
“Aku disuruh membuat obat untuk membuat Harimau itu sakti”, Bekantan menjelaskan. Mereka mengangguk-angguk tanda mengerti. “Setiap hari mereka datang kemari untuk menyelidiki kegiatanku sekaligus mengambil ramuan obat itu”, Bekantan melanjutkan penjelasannya.
“Kalau begitu, gawat dong”, kata Tonny membuat temannya heran.
“Mengapa?” Putri semakin kesal melihat Tonny yang gelisah.
“Tentunya mereka akan datang ke sini”, Tonny menjelaskan.
“Iya.... ya. Jadi, bagaimana?” Chandra agak bingung.
“Kalian harus segera pergi. Sebentar lagi mereka datang”, Bekantan tua menyarankan. Mereka bingung sesaat namun akhirnya segera beranjak dari rumah itu.
Mereka menelusuri jalan setapak yang ada di hutan itu. Tiba-tiba Chandra menghentikan langkahnya.
“Ada apa, Chan?” tanya Tonny heran.
“Cepat bersembunyi”, ajak Chandra pada teman-temannya. Mereka segera masuk ke semak belukar. Sambil mendengarkan perbincangan gerombolan katak raksasa itu.
“Kita harus membunuh kakek tua itu. Ini arahan dari raja”, kata seekor katak.
“Mengapa mesti dibunuh? Ada baiknya kita penjarakan saja. Bukankah itu lebih baik? Dia tidak akan pergi kemana-mana”, kata katak yang lain.
“Baiklah, kita akan mengurungnya”, kata temannya yang lain. Chandra dan teman-temannya masih tetap diam di tempat persembunyian. Sampai katak-katak itu pergi.
“Katak itu besar sekali”, kata Putri sambil menahan perasaan ngeri.
“Kita harus pergi dari tempat ini. Sepertinya tempat ini tidak aman”, kata Chandra. Teman-temannya menyetujui dan mereka akhirnya berjalan terus menelusuri jalan setapak itu. Ketika jarum jam menunjuk angka 12.00, Putri mulai merasa lapar.
“Hei, kita berhenti dulu. Aku sudah lapar”, kata Putri. Chandra dan Tonny menghentikan langkahnya.
“Kita mau makan apa?” tanya Tonny.
“Ini aku ada membawa makanan ringan. Untung saja tas ini nggak ku lepas”, kata Putri.
“Hari ini ada makanan, besok kita mau makan apa?” Chandra bertanya. Kedua temannya diam sesaat.
“Sudahlah, yang penting kita makan dulu. Aku sudah lapar”, ajak Putri. Mereka makan bersama. Setelah itu kembali meneruskan perjalanannya.
Sepanjang jalan, yang dilewati hanya pohon-pohon besar. Dan masih belum ada tanda-tanda mereka akan menemukan desa. Keadaan begitu sunyi. Sinar mentari sudah mulai condong ke arah Barat.
Setelah lelah berjalan, mereka beristirahat di bawah pohon yang teduh. Tapi, alangkah kagetnya Putri setelah melihat gerombolan katak raksasa bersama ayam-ayam mengelilingi mereka. Mereka hanya dapat berdoa dan pasrah kepada takdir. Mereka bertiga diikat dan dibawa ke suatu tempat. Dan dimasukkan ke sebuah tempat yang tidak begitu terang. Dan berbaring di tempat yang gelap dan pengap itu hingga pagi menjelang.



**********