Jakarta, 12 Juli 2015
Untuk Waktu dan Anakku
di Tempat engkau tumbuh dan berkembang
Wahai anakku
Maafkan bapak nak.....
Maafkan bapak......
Maaf.......
Ingatkah kamu, sesaat dulu...
Sesaat kamu masi kecil dulu, saat kamu juara disetiap perlombaan di kala dulu. bapak mu ini bangga nak, bapak bahagia, walau cerita ini dan kenangan ini hanya dapat bapak ketahui dari ibumu.
sungguh bapak bangga, dirimu telah menjadi berbeda dari bapakmu
maafkan bapak yang terlalu keras dan lelah mengayuh gerobak roti untuk keluarga, namun terlupa akan indahnya waktu bersamamu nak.
Melewatkan masa indah tumbuh dan berkembangmu.
Maafkan bapak nak.....
Maafkan bapak.....
Maaf....
Ingatkah kamu sesaat masa remaja mu
saat kamu telah mencoba berpikir dewasa, saat kamu mencoba hal-hal baru untuk buatmu jadi tau akan dirimu.
maafkan bapak nak, sudah tak sewajarnya bapak selalu keras dan marah kepada dirimu nak, sudah tak sewajarnya bapak memukul dan menjadikan rumah sebagai tempat tak nyamanmu.
bapak sendiri tak tahu untuk apa dan kenapa harus marah
bapak sendiri tak tahu untuk apa dan mengapa bapak harus keras
Bapak tak pernah punya waktu untuk mengenalmu
mengertilah kekhawatiran bapak nak, mengertilah...
bapak telah lebih keras lagi hidup dijalanan, sebagai pendorong gerobak roti,
tempaan, caci maki, dan masalah inilah yang membuat bapak keras.
nak, bapak sesungguhnya ingin lemah lembut, nak saat itu bapaklah yg minta tolong kepadamu
lembutkanlah hati bapak, bersabarlah dengan bapak, terimalah bapak
Maafkan bapak nak.....
Maafkan bapak....
Maaf....
Ingatkah saat kamu mengutarakan cita-citamu
saat kamu mengutarakan keinginanmu, mengutarakan rencana kedepanmu
nak, sesungguhnya bapak terharu
sesungguhnya bapak merasa bahagia
merasa bangga
dan juga,......
khawatir
akankah bapak bisa memenuhi keinginanmu??
nak, menjual roti saja sudah tak seberapa
bapak harus menjaga lahan parkir
untuk mobil-mobil yang kelak engkau tumpangi, semoga
maafkan bapak, apabila bapak tak pernah dirumah
bukan karena bapak tidak mau, namun bapak ingin kelak kamu bahagia
mengertilah nak, janganlah engkau tolak
pintaan pijit dari tanganmu, sesungguhnya pijitan inilah yang memberi pertanda dan kekuatan bapak di esok hari kelak
bapak tau keikhlasanmu dari kerasnya pijitan nak, bapak tau amarahmu dari pijitan nak, tapi tak mengapa, bapak akan selalu ikhlas memenuhi mimpimu nak
maafkan bapak yang selalu mengganggu mu di waktu sibuk persiapanmu
tapi bapak mohon
pijitlah nak
pijitlah badan yang menua karena jalanan, dinginnya malam, dan kerasnya kehidupan
mohon mengertilah
Maafkan bapak nak....
Maafkan bapak...
Maaf....
Ingatkah kamu dengan ibumu??
ah~~~ dasar wanita itu.
Ibumu adalah wanita cantik yang sesungguhnya terperangkap dalam rupa yang tak seberapa
ibumu adalah indah dalam kelamnya kehidupan bapak
ibumu adalah harapan
ibumu adalah semangat
ibumu adalah kebahagiaan
terima kasih nak, kamu tak pernah melanggar dan menjaga perasaan ibumu
terima kasih nak, selama ini telah mau memperhatikan ibumu, merawat ibumu dalam sempitnya waktu yang bapak miliki
maafkan bapak nak, yang tak memiliki daya lebih,
dan menjadikan ibumu ikut membanting tulang
menjadi buruh cuci serabutan
maafkan bapak, disaat terakhir ibumu
bapak berada di jalanan,
mencoba peruntungan, yang sesungguhnya kehadiran bapaklah yang ibumu inginkan
maafkan bapak nak, apabila di saat terakhirnya pun bapak tak menangis
bukan lah karena bapak tak ingin
namun pria yang kala itu 58 tahun ini tak tau caranya
melampiaskan kesedihan yang teramat mendalam
hingga, menangispun bukan sebuah jawaban
Maafkan bapak nak.....
Maafkan bapak....
Maafkan.....
nak, sungguhpun bapak bangga
apa yang bapak usahakan kini telah tercapai
kemapanan dirimu lah menjadi salah satu tolok ukurnya
namun,
kenapa kamu semakin jauh nak.
bukannya bapak sedih atas pernikahanmu, setidaknya
temani bapak nak, temani bapak menghadapi hari-hari ketidak mampuan bapak
hari lelah bapak
teknologi yang seharusnya memudahkan, adalah menjadi sebuah alasan
agar dirimu semakin jauh dari bapak
nada dering yang khas dari ponsel pemberianmu bagaikan nyanyian dirimu di kala dulu
pertemuan bapak dengamu semakin rumit, bagaikan seorang rakyat bertemu pejabat
harus perlu kabar, harus perlu janji
nak ini bapakmu, bukan bawahanmu atau orang-orang penting di kantormu
hanya seorang bapak, Nak
hubungilah bapak walau sesekali
jenguklah bapak walau sesekali
Nak, pada saat ini, kehidupan semakin sulit
terlebih bagi seorang lelaki tua berumur 67 tahun ini
dunia serasa semakin cepat, tak pernah ada yang melambat
bus kota, mobil, motor, semua semakin cepat
bukan hanya sekali dua kali bapak di caci maki akibat kelambatan bapak
namun kaki ini tak pernah bisa lagi dipercepat
pegalnya, rasa sakitnya
tak tahukah dunia ini, bahwa kaki ini sudah dimakan waktu
tak bisakah mereka memahami bahwa mata ini, telinga ini telah merapuh?
berbicara pun terpatah patah, napas tersengal sengal
tak biasakah dunia ini bersabar untuk bapak?
tak jarang bapak terbangun di tengah malam
merintih dan menangis
setelah mimpi buruk yang menghantui bapak
menangis dalam sendiri dan menyadari
dimana bagaimana dirimu kini
nak sesungguhnya bapak lelah
Maafkan bapak nak....
Maafkan bapak...
Maaf....
jangan terkejut nak, bila nanti
dirimu menjumpai bapak
tergantung ditemani tali tambang
dan scearik surat yang bapak tulis ini
di sudut kusen kamar reot yang terkelupas temboknya
lelaki 67 tahun ini kesepian, kesakitan, dan tak tahan terhadap derasnya waktu kehidupan
bapak telah lelah
nak semoga engkau menemukanku dan suratku
semoga nak
semoga saja
semoga dirimu mengunjungiku
semoga................
by:__Pandaongeng__
------------------------------ANDAI SATU HARI TAK HANYA 24 JAM--------------------------------------
*dipersembahkan untuk ayah yang sibuk bekerja dan tak pernah melihat buah hatinya
*dipersembahkan untuk buah hati yang telah lupa akan kerasnya kehidupan ayah di jaman dulu
*andaikan satu hari lebih dari 24 jam, ayahmu akan memeiliki waktu untuk merangkulmu
0 komentar:
Posting Komentar