Keesokan harinya,
mereka sudah berkumpul di rumah neneknya Tonny. Hendra dan Bobby masih belum
tiba. Jadi mereka terpaksa menunggu. Sekitar pukul 09.00 barulah mereka tiba.
Mereka sudah siap dengan barang-barang mereka dan mulai berangkat setelah
berpamitan pada nenek dan kakek.
Jalan yang mereka lalui
kadang turun kadang naik. Sehingga jalannya agak melelahkan. Tidak lama
kemudian, mereka sudah tiba di tepi hutan. Keadaan di sekitarnya amat sunyi.
Hanya suara burung dan binatang hutan lainnya yang selalu bernyanyi riang. Hal
ini membuat suasana agak menakutkan.
“Tempatnya seram juga
yach” kata Bobby. Teman-temannya hanya diam sambil asyik memperhatikan keadaan
sekitarnya.
“Aku rasa, ada baiknya
kita mendirikan tenda di sana”. Chandra berkata sambil menunjuk tanah yang agak
lapang. Teman-temannya masih memperhatikannya.
“Boleh juga. Ayo kita
mulai sekarang”, ajak Budi. Teman-temannya segera membawa barang-barang ke
tempat yang dituju. Kemudian mereka siap mendirika tenda. Ada yang mencari kayu
bakar dan ada yang membuat tempat masak.
“Hei, sungai di mana
sich?” tanya Putri membuat temannya agak kaget.
“Kamu mau apa mencari
sungai?” Tonny balik bertanya.
“Aku kan nggak punya
pekerjaan. Jadi, ada baiknya aku mengambil air saja”, Putri menjelaskan.
“Jangan, Put. Biar kami
saja yang akan mencari sumber air. Kamu istirahat saja”, Chandra menimpali.
Putri mengangguk-angguk. Ketika matahari sudah tepat di atas kepala, enam
sekawan itu menghentikan pekerjaannya dan mulai istirahat.
Chandra dan Tonny duduk-duduk
di rerumputan sambil memperhatikan alam sekitarnya. Putri yang baru selesai
menyusun barang-barang segera menghampiri mereka.
“Hei, kalian nggak mau
tidur yach?” tanya Putri mengejutkan teman-temannya.
“Malas ah, duduk di
sini lebih asyik. Apalagi dihembus angin” kata Tonny membuat Chandra tertawa.
“Ngapain tasmu nggak
dilepas, Put?” chandra bertanya dengan nada kesal. Tas kecil yang selalu dibawa
oleh Putri tetap berada di belakangnya.
“Oh.... ini kan banyak
makanannya, kalau ku lepas nanti habis dimakan Bobby. Anak itu kan kuat makan”,
Putri menjelaskan.
“Hei, lihat itu”.
Chandra menunjuk sesuatu. Tonny dan Putri melihat ke arah yang ditunjuk oleh
Chandra. Ternyata seekor monyet sedang asyik bermain-main di pohon besar.
“Lihat, di sana lebih
banyak”, Putri menimpali. Tanpa sadar dia berlari memasuki hutan untuk mengejar
monyet-monyet itu. Tonny dan Chandra juga tidak ketinggalan.
“Hei, kalian mau
kemana?” Budi bertanya dengan kesal sambil memperhatikan teman-temannya yang
telah jauh memasuki hutan. “Heran, mengapa mereka nekat masuk hutan?” pikir
Budi kesal. Akhirnya dia hanya dapat memperhatikan hutan tempat temannya masuk
tadi. Dia lalu membangunkan Bobby dan Hendra yang sudah tidur dengan nyenyak.
“Hendra, Bobby, bangun.
Hei, tidur aja kalian. Ayo cepat bangun”, kata Budi masih dengan nada kesal.
“Ada apa sich, Bud. Kok
kamu kayak orang ketakutan?”, tanya Hendra kesal.
“Iya...! lho, kok sepi
aja. Chandra dan Tonny kemana?” Bobby juga bertanya.
“Itulah, kalian tidur
aja taunya. Kalian tau nggak, tadi aku melihat mereka berlari ke sana”. Budi
menunjuk hutan yang sangat lebat itu.
“Ke sana?” tanya Bobby
dan Hendra hampir bersamaan. Budi mengangguk.
“Bukankah itu hutan
rimba. Ngapain mereka ke sana?” Hendra semakin heran.
“Aku juga tidak tau.
Aku hanya dapat berharap semoga mereka cepat kembali”, Budi berkata dengan nada
yang sedih. Dia tidak dapat membayangkan bagaimana seandainya jika ketiga
temannya itu tersesat dalam hutan.
“Sudahlah, Bud. Jangan
sedih. Kita tunggu mereka sampai sore. Kalau nggak ada pulangnya, kita segera
pulang dan memberitahukan pada kakek dan neneknya”. Bobby menghibur temannya.
Budi mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju. Akhirnya mereka menunggu
temannya sambil duduk-duduk di tenda.
Lain halnya dengan
tiiga sekawan yang masuk ke dalam hutan. Mereka terus berlari-lari tanpa
menyadari keadaan sekitarnya. Mereka terus berlari dan berlari. Sayang sekali,
monyet yang dikejar juga terus berlari dan semakin masuk ke dalam hutan.
Tiba-tiba, Putri menghentikan langkahnya.
“Ada apa, Put?” tanya
Tonny.
“Aku, capek”, kata
Putri sambil duduk di sebatang pohon. “Ya ampun, pohon ini besar sekali”. Putri
kaget. Teman-temannya lalu memperhatikan keadaan di sekitarnya.
“Ya Allah... kita telah
masuk ke dalam hutan”. Chandra berkata dengan nada yang sedih.
“Ini semua salahmu,
Put”, Tonny mulai menyalahkan Putri.
“Mengapa aku?” Putri
jadi kesal.
“Bukankah kau yang
pertama berlari-lari mengejar monyet itu. Sehingga kita bisa masuk ke dalam
hutan ini”, Tonny menjelaskan. Putri jadi marah.
“Enak saja kamu
menuduh. Emangnya tadi aku ajak kamu. Enggak kan. Kamu sendiri yang mau ikut”.
Putri berkata sambil menangis.
“Hei, kalian ini
apa-apaan sich. Sepatutnya kita memikirkan cara untuk keluar dari hutan ini.
Bukannya bertengkar. Apa kalian pikir dengan bertengkar semua masalah dapat
diatasi?” Chandra mulai berang dengan sikap temannya. “Kita tidak boleh saling
menyalahkan. Karena semuanya salah. Aku harap kalian mengerti”. Chandra
melanjutkan ucapannya. Tonny dan Putri diam membisu.
“Yach sudah, sekarang kita
harus mencari jalan. Sebab hari sudah sore”. Kata Tonny setelah lama membisu.
“Menurutmu kita harus
jalan ke arah mana?” Chandra bertanya kepada Tonny. Tonny diam memperhatikan
matahari yang sudah condong ke arah barat.
“Aku rasa, kita menuju
arah matahari itu saja”, kata Tonny sambil menunjuk matahari.
“Berarti ke arah
Barat”, kata Chandra sambil memperhatikan matahari itu. “Ayo kita berangkat
segera. Sebelum malam tiba”, ajak Chandra kemudian. Mereka bergegas
meninggalkan tempat itu. Lalu menuju ke arah Barat. Waktu itu jam telah
menunjukkan angka 14.00 sore. Hutan yang sangat lebat itu sangat mengerikan.
Mereka terus berjalan
dan berjalan. Namun untuk keluar dari hutan sangat tidak mungkin. Bahkan tanpa
disadari oleh mereka, mereka makin masuk ke dalam hutan.
“Berhenti dulu, aku
capek”, kata Putri. Kedua temannya ikut-ikutan berhenti.
“Aku rasa kita sudah
tersesat”, kata Chandra.
“Apa.... tersesat!,
tidak mungkin”, Tonny sudah mulai takut.
“Iya, Ton. Coba kamu
lihat hutan di sini. Hutannya sudah semakin lebat. Pohon-pohonnya juga
besar-besar. Aku rasa mungkin ini yang dinamakan hutan rimba”, kata Chandra
menjelaskan.
“Jadi, kita tidak punya
harapan untuk kembali. Bagaimana ini?” Putri mulai gelisah.
“Mungkin kita terpaksa
bermalam di sini”, kata Chandra menimpali.
“Gila kamu, Chan. Ini
kan hutan, mana mungkin kita bermalam di sini”. Tonny juga sudah semakin takut.
“Lantas, kita mau
bermalam dimana?” Chandra bertanya. Temannya saling pandang. Mereka membenarkan
kata-kata Chandra. “Sekarang kita harus membuat pondok untuk tempat istirahat.
Besok barulah kita melanjutkan perjalanan”. Chandra mengajak Tonny memotong
kayu-kayu kecil yang ada di sekitar mereka.
Tidak lama kemudian
jadilah sebuah pondok yang agak kecil. Hanya cukup untuk mereka duduk-duduk.
Jarum jam terus bergulir. Tak terasa malam mulai tiba. Suara binatang mulai
berbunyi. Membuat hingar bingarnya hutan. Chandra menghidupkan api unggun
sebagai penghangat tubuh dan juga menerangi gelapnya malam. Setelah itu mereka
terlelap karena letih.
**********
0 komentar:
Posting Komentar